TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon menjelaskan bahwa pengurusnya selalu menyampaikan prinsip kehati-hatian dalam tata kelola investasi terhadap anggotanya.
Budi merespons kabar mengenai investasi obligasi di PT Waskita Karya (Persero) Tbk. yang terancam karena masalah keuangan—perusahaan asuransi dan dana pensiun swasta menjadi investor terbesarnya.
Menurut Budi, managemen risiko itu sungguh-sungguh suatu hal yang absolut dan mutlat diterapkan oleh perusahaan asuransi. “Coba tengok ke belakang sedikit, kalau ada anggota kami batuk-batuk atau sakit, tidak pernah karena klaim. Selalu karena pengelolaan investasi,” ujar Budi dalam konferensi pers di Rumah AAJI, Jakarta Pusat, pada Rabu, 29 November 2023.
AAJI tidak pernah bosan mengingatkan kepada anggota AAJI untuk mengelola investasi dengan penuh kehati-hatian di berbagai forum. Menanggapi masalah obligasi Waskita Karya, kata Budi, industri asuransi jiwa itu memang tidak pernah mengejar yield only (yang menghasilkan saja).
Budi mencontohkan, ada seorang manajer investasi di sebuah perusahaan memiliki dana Rp 100 miliar untuk diinvestasikan. Lalu ada dua pilihan, membeli aset A hasilnya 9 persen atau aset B 7 persen. Kedua aset itu dianggap sama-sama sehat dan memiliki rating A. “Besar kemungkinan keputusan adalah yang 9 persen,” kata dia.
Namun, industri asuransi jiwa tidak boleh seperti itu. Karena menurut Budi, jika posisinya seperti seperti contoh tersebut, informasinya belum cukup bagi pengelola investasi asuransi jiwa untuk menentukan pilihan. Karena, manajer investasi itu harus tahu produknya, hingga jangka waktu investasinya berapa lama.
Selanjutnya: Contoh, kata Budi, jika yang 9 persen hanya 2 tahun....