TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menanggapi soal janji calon presiden Prabowo Subianto untuk menghentikan impor bahan bakar minyak (BBM) apabila terpilih menjadi presiden dalam Pemilu 2024. Prabowo mengatakan sumber energi yang digunakan Indonesia akan 100 persen berasal dari biofuel, yakni dari sawit, jagung, dan tebu.
Menurut Bhima, kebijakan tersebut harus disesuaikan dengan rencana pemerintah lainnya soal peralihan ke kendaraan listrik maupun kendaraan berbahan bakar lain. "Kalau menurunkan impor BBM berarti juga harus merombak total rencana dari kendaraan listrik yang sedang didorong oleh pemerintah," ujar Bhima kepada Tempo, Ahad malam, 26 November 2023.
Bhima menekankan harus ada integrasi dari kebijakan tersebut, agar jangan sampai saling meniadakan dan membingungkan perencanaan. Sebab, menurut dia, langkah itu juga akan membuat bingung perencanaan pihak industri, terutama pabrikan kendaraan bermotor, suku cadang, dan bengkel-bengkel masyarakat.
Apabila tidak terintegrasi, Bhima mengaku khawatir akan ada kebingungan soal transisi ini. Sehingga pemerintah harus memetakan apakah Indonesia akan beralih ke kendaraan listrik, hidrogen, atau biodiesel. "Jadi jangan sampai kita loncat satu persatu tapi lompatan-lompatan itu seolah terfragmentasi. Ada yang mau kendaraan listrik dorong hilirisasi nikel, ada yang hidrogen dan biodiesel," kata dia.
Kendati demikian, ia menilai janji Prabowo untuk menghentikan impor BBM sulit dicapai dalam waktu dekat. Mengingat impor BBM di Tanah Air sangat besar. Bhima mencatat per Januari sampai Oktober 2023 saja, Indonesia mengimpor BBM sampai US$ 16,8 miliar.
Selain itu, menurutnya, ambisi tersebut dapat menimbulkan masalah baru mulai dari kenaikan harga minyak goreng hingga deforestasi. Bhima merujuk pada kejadian tahun lalu, saat pemerintah berambisi mendorong biodiesel B35. Kebijakan tersebut, menyebabkan adanya tarik menarik yang berbahaya antara kebutuhan minyak sawit atau CPO untuk bahan bakar nabati dengan keperluan pangan atau minyak goreng.
Di sisi lain, Bhima memperkirakan akan banyak proyek pembukaan lahan hutan untuk memenuhi kebutuhan penanaman tanaman energi itu. Dengan demikian, ia menggarisbawahi penghitungan emisi yang harus dipertimbangkan pemerintah bukan hanya dari peralihan dari BBM ke biodiesel. Melainkan emisi yang dihasilkan dari seluruh rantai pasok itu. Sebab ketika terjadi deforestasi untuk mendorong bauran biodiesel yang lebih tinggi, maka emisinya juga relatif tinggi.
"Jangan sampai niat pemerintah menurunkan impor BBM menggunakan biodiesel malah justru menghasilkan emisinya yang tinggi," ucap Bhima.
Pilihan Editor: Bandara Kertajati Ditawarkan ke Abu Dhabi Airports