TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan serikat buruh dan pekerja berencana melakukan mogok nasional selama dua hari. Hal itu akan dilakukan pada 30 November-13 Desember 2023 jika pemerintah tidak menaikkan upah minimum provinsi (UMP) 2023 sebesar 15 persen.
Said Iqbal menjelaskan perjuangan dalam melakukan mogok nasional adalah suatu hal yang legal dan lazim, bahkan dilakukan di beberapa negara. Hal itu semata-mata dilakukan agar memaksa pemerintah untuk mendengarkan, apa yang disuarakan.
"Baru-baru ini Serikat Buruh Otomotif di Amerika Serikat, yakni United Auto Workers (UAW) melakukan pemogokan hampir 1 bulan, dan akhirnya pemerintah mengabulkan dengan kenaikan upah 30 persen,” ujar Said Iqbal dalam konferensi pers virtual pada Ahad, 19 November 2023.
Negara lain yang juga melakukan mogok nasional adalah Jerman, Prancis, dan lainnya. "Bahkan kenaikan upah di Brazil sebesar 13 persen dilakukan tanpa pemogokan, yang secara makro ekonomi ada di bawah Indonesia,” tutur Said Iqbal.
Soal mogok kerja itu, dia meluruskan narasi keliru yang beredar. Menurut dia, mogok nasional merupakan suatu jalan yang harus dilakukan, agar pemerintah bisa mendengarkan apa yang diperjuangkan oleh kawan-kawan buruh.
Mogok nasional adalah istilah dalam serikat buruh, dengan menggunakan dua dasar hukum yang jelas. Yakni Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998, tentang kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum. Serta Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang serikat buruh, di dalam Pasal 4, salah satu fungsi serikat adalah mengorganisir pemogokan.
"Penggabungan tersebut disebut mogok nasional,” kata Said Iqbal. Di mana semua buruh dalam satu pabrik secara nasional keluar dari pabrik dan menghentikan produksi. “Melakukan unjuk rasa di depan pabrik dan di depan kantor-kantor pemerintah daerah dan secara nasional di Istana Negara."
Tujuannya adalah melumpuhkan ekonomi secara nasional, melumpuhkan pabrik dan perusahaan, agar pemerintah mau berunding mengenai tuntutan buruh. “Karena kita sudah meminta dengan baik namun tidak diindahkan, sehingga kita akan melawan dengan Mogok Nasional," ucap Said Iqbal.
Selain itu, Said Iqbal juga kembali menegaskan, bahwa dalam melakukan aksi mogok nasional tersebut, pihak yang mengorganisir adalah serikat buruh, bukan Partai Buruh. Sehingga aksi mogok nasional ini tentu untuk memperjuangkan kenaikan upah 15 persen tersebut.
Sehingga dia menegaskan, hal itu bukan mogok kerja seperti yang tercantum di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Karena itu buruh menggunakan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000, dengan melibatkan 5 juta buruh dari 100 ribu pabrik dan perusahaan di Indonesia.
“Unjuk rasa bergelombang secara nasional juga terus dilakukan di beberapa daerah,” ujar Said Iqbal.
Pilihan Editor: Cara Prabowo-Gibran Atasi Pengangguran: Beri Insentif Perusahaan