TEMPO.CO, Jakarta - Gerakan boikot telah menjadi alat yang digunakan oleh masyarakat sipil di seluruh dunia untuk mengekspresikan ketidaksetujuan mereka terhadap suatu kebijakan atau tindakan yang dianggap tidak etis.
Selain boikot produk Israel, terdapat gerakan-gerakan boikot lain yang menarik perhatian dunia, termasuk 3 gerakan di bawah ini.
- Gerakan Anti-Apartheid Britania Raya
Gerakan boikot ini dimulai pada 1959 ketika sekelompok pengasingan Afrika Selatan dan pendukung Britania Raya mengajukan seruan boikot internasional terhadap produk-produk Afrika Selatan.
Dikutip dari aamarcives.org, seruan ini diluncurkan pada pertemuan pada 26 Juni yang diperingati sebagai South Africa Freedom Day, di mana Presiden Tanzania Julius Nyerere menjadi pembicara utama. Gerakan ini kemudian berkembang menjadi Gerakan Anti-Apartheid, yang tidak hanya memanggil untuk boikot produk Afrika Selatan, tetapi juga untuk isolasi total Afrika Selatan yang menganut apartheid.
Pada Maret 1960, Gerakan Boikot mengorganisir bulan boikot di Britania Raya, dengan dukungan dari Partai Buruh dan Liberal serta TUC. Delapan ribu orang menghadiri rapat di Trafalgar Square dan mendengarkan pesan dari Presiden Kongres Nasional Afrika, Chief Albert Luthuli, yang meminta rakyat Britania Raya untuk memboikot produk-produk Afrika Selatan.
Di seluruh negeri, pendukung gerakan ini membagikan selebaran kepada pembeli yang meminta mereka untuk tidak membeli barang-barang dari Afrika Selatan, mengadakan pertemuan dan motorcade, serta menulis surat kepada pers. Banyak dewan daerah dan serikat mahasiswa melarang buah-buahan dan rokok Afrika Selatan dari tempat mereka.
- Boikot Olimpiade Berlin 1936
Pada 1936, Adolf Hitler berkuasa di Jerman. Muncul pertanyaan di Amerika Serikat dan negara demokrasi lainnya tentang moralitas mendukung Olimpiade yang diadakan oleh rezim Nazi. Meskipun ada perdebatan, akhirnya Amerika Serikat dan negara lainnya mengirimkan tim mereka ke Olimpiade Berlin.
Debat mengenai partisipasi dalam Olimpiade 1936 paling besar terjadi di Amerika Serikat, yang biasanya mengirimkan salah satu tim terbesar ke Olimpiade. Pada akhir 1934, kedua belah pihak sudah jelas.
Menurut Holocaust Encyclopedia, banyak editor surat kabar Amerika dan kelompok anti-Nazi, yang dipimpin oleh Jeremiah Mahoney. Namun, presiden Komite Olimpiade Amerika Avery Brundage memanuver Serikat Atletik Amatir untuk memilih mengirimkan tim Amerika ke Berlin, dan pada akhirnya upaya boikot Mahoney gagal.
Setelah Serikat Atletik Amatir Amerika memilih untuk berpartisipasi pada Desember 1935, negara-negara lain mengikuti. Empat puluh sembilan tim dari seluruh dunia berkompetisi di Olimpiade Berlin, lebih banyak dari Olimpiade sebelumnya.
- Gerakan Boikot Myanmar
Gerakan boikot Myanmar diluncurkan oleh sejumlah kelompok hak asasi manusia yang mendesak perusahaan, investor asing, organisasi profesional, dan budaya untuk memutuskan hubungan institusional mereka dengan Myanmar.
Kampanye ini bertujuan untuk memberikan tekanan ekonomi, budaya, diplomatik, dan politik pada pemerintah Myanmar. Kampanye ini juga mencakup petisi daring yang menyerukan Komite Nobel Norwegia untuk mencabut hadiah Nobel Perdamaian 1991 Aung San Suu Kyi.
Myanmar menghadapi gugatan di ICJ yang diajukan oleh Gambia, dengan dukungan dari Organisasi Kerjasama Islam, atas kekejaman terhadap Muslim Rohingya di negara itu selama beberapa tahun terakhir. Suu Kyi, seorang penerima Nobel Perdamaian, mengatakan dalam sebuah pernyataan bulan lalu bahwa dia, sebagai menteri luar negeri, akan menghadiri persidangan pertama gugatan pada 10 Desember untuk membela "kepentingan negara".
Tindakan militer Myanmar terhadap Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine Utara pada 2017 memaksa lebih dari 750.000 pengungsi Rohingya, sebagian besar perempuan dan anak-anak, untuk melarikan diri dari negara itu dan menyeberang ke Bangladesh. Sejak 25 Agustus 2017, hampir 24.000 Muslim Rohingya telah dibunuh oleh pasukan negara Myanmar, menurut laporan Ontario International Development Agency (OIDA).
Lebih dari 34.000 Muslim Rohingya juga dibakar hidup-hidup, sedangkan lebih dari 114.000 lainnya dipukuli, menurut laporan OIDA yang berjudul "Forced Migration of Rohingya: The Untold Experience." Sekitar 18.000 perempuan dan gadis Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar dan lebih dari 115.000 rumah Rohingya dibakar dan 113.000 lainnya dirusak.
AAMARCHIVES | USHMM.ORG | AA.COM
Pilihan editor: Heboh Seruan Boikot, McDonalds RI Donasikan Rp 15 Miliar untuk Warga Gaza Palestina