Sementara itu, seorang penjual pecel lele di Palembang, Sukarno menyatakan bahwa spanduk itu diklaim berasal dari Lamongan lantaran mayoritas penjualnya datang dari daerah yang sama. “Saya tidak melihat spanduk itu khas Lamongan. Spanduk diklaim sebagai khas karena kebanyakan pedagang adalah orang Lamongan,” katanya dalam sebuah wawancara, Kamis, 20 Desember 2018.
Sukarno menjelaskan, pembuatan spanduk dengan cara dilukis karena pada perkembangannya saat itu belum ada teknologi percetakan seperti sekarang. Teknik lukis yang dianggap sebagai kekhasan Lamongan kini dinilai otomatis gugur lantaran adanya teknologi sablon.
Alasan Desain Spanduk Pecel Lele yang Seragam
Menurut Iswandi dan Mubarat dalam karya tulisnya, spanduk khas pecel lele yang terpampang dipasang di empat sisi warung. Spanduk yang dipajang berfungsi sebagai penutup, penghias, dan mempercantik tempat makan tersebut.
Bila diamati, maka penggambaran objek pada spanduk nampak sederhana. Figur hewan yang biasa dikonsumsi manusia, seperti ayam, lele, bebek, dan ikan laut digambarkan di sehelai kain dasar berwarna putih. Warna-warna yang dipadukan sesuai dengan bentuk nyatanya dan dikombinasikan dengan warna primer yang kontras.
Selanjutnya, pada bagian atas dituliskan kalimat “pecel lele” dan nama kiosnya. Sedangkan di bagian bawah dicantumkan kata “Lamongan” untuk menjelaskan identitas dari asal makanannya. Tulisan-tulisan itu dibuat dengan warna serupa, yaitu gradasi warna oranye dan kuning, serta tepian garis hijau.
Pemilihan warna yang mencolok tersebut dapat memberikan kesan terang di malam hari pada saat warung beroperasi. Selain itu, warna khas dari spanduk pecel lele itu juga dimaksudkan agar calon pembeli mudah melihatnya walaupun dari kejauhan.
MELYNDA DWI PUSPITA
Pilihan Editor: Okupansi Hotel Sultan Anjlok di Bawah 20 Persen Sejak Dipasang Spanduk Peringatan