TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Direktur PT Brantas Energi Satiyobudi Santoso mengatakan ada sejumlah kendala pemanfataan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia. Sebagai informasi, pemerintah menargetkan bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025. Namun, berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau Kementerian ESDM, bauran EBT masih di 15 persen per Juli 2023.
"Potensi EBT terbesar di Indonesia adalah surya, bayu, hidrogen. Tapi pemanfaatannya masih jauh. Salah satu kendalanya, potensi besar tapi tersebar," kata Satiyobudi dalam diskusi Pembiayaan Reneawble Energy di Hotel Aryaduta Jakarta, Kamis, 19 Oktober 2023.
Kendala lainnya, kata Satiyobudi, kepentingan ekonomi terhadap batu bara sebagai sumber penerimaan utama negara sekaligus sumber energi domestik masih kuat. Kemudian, kebijakan tarif listrik serta ongkos EBT yang kurang kompetiitif; belum kondusifnya harga ekonomis dari produk berbasis EBT, serta tingginya risiko eksplorasi untuk pengembangan panas bumi.
Padahal, potensi EBT di Indonesia mencapai 3.686 GW. Rinciannya, energi surya sebesar 3.295 GW, hidrogen 95 GW, bioenergi 57 GW, bayu 155 GW, panas bumi 24 GW, dan laut 60 GW. Karena potensi melimpah dan beragam itu, menurut Satiyobudi, pengembangan EBT di Indonesia masih sangat menarik.
Untuk memaksimalkan potensi tersebut, menurut Budi, perlu komitmen dan peran semua pihak terkait sehingga bauran EBT bisa mencapai 23 persen pada 2025. Ia pun berharap ada rate khusus untuk kredit investasi pengembangan EBT.
"Lembaga pendanaan dan pemerintah juga diharapkan memfasilitasi peningkatan optimalisasi pendanaan hijau dari negara-negara pendonor, terutama yang berupa dana hibah, untuk pengembangan EBT," kata dia.
Pilihan Editor: Saham Bandara Kertajati Ditawarkan pada Investor Asing, Pj Gubernur Jawa Barat: Tidak Ada Isu untuk Mayoritas