TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Inggris membatalkan proyek kereta cepatnya. Sementara itu, pada 2020, Malaysia juga melakukan hal yang sama. Lantas, apa yang menyebabkan kedua negara itu menghentikan proyek kereta cepat?
Inggris
Rishi Sunak, Perdana Menteri Inggris, mengumumkan pembatalan pembangunan jalur kereta cepat di wilayah utara, High Speed 2 (HS2). Ia mengumumkan hal tersebut ketika pidato di konferensi Partai Konservatif pada Rabu, 4 Oktober 2023. Alasannya, kenaikan biaya kereta cepat yang berlipat ganda.
Untuk mengatasi dampak negatif dari pembatalan proyek HS2, Sunak telah memperkenalkan solusi alternatif dengan meluncurkan Network North. Sebagai alternatif proyek kereta cepat, ia akan mengalokasikan dana sebesar US$ 43,6 miliar ke infrastruktur transportasi yang sudah ada, termasuk jalan raya, sistem kereta api, dan bus.
Awalnya, proyek HS2 diperkirakan membutuhkan anggaran sekitar US$ 45,5 miliar, tetapi biayanya melonjak hingga melebihi US$ 120 miliar, dan tenggat waktu penyelesaiannya ditunda dari 2016 awal menjadi 2040.
Sunak menyatakan bahwa peningkatan biaya ini terjadi karena masalah manajemen proyek yang buruk dan permasalahan dalam pelaksanaan konstruksi. Peningkatan biaya ini berujung pada penundaan proyek tersebut.
Karena itu, dalam pidatonya pada Rabu lalu itu, Sunak mengumumkan pembatalan proyek kereta cepat HS2 di Manchester karena berdampak pada ekonomi negara.
Malaysia
Malaysia memutuskan untuk membatalkan proyek kereta cepat bernama High Speed Rail. Pembangunan jalur kereta sepanjang 350 kilometer itu menghubungkan Malaysia dan Singapura. Titiknya adalah Kuala Lumpur dan Singapura. Perkiraan keseluruhan biaya pembangunan kereta cepat tersebut sekitar 237 triliun rupiah.
Sebelum resmi diberhentikan, proyek High Speed Rail sempat ditangguhkan pada 2018. Perdana Menteri Malaysia saat itu, Mahathir Mohamad, meninjau kesepakatan perdana menteri terdahulu dan juga akan memperketat keuangan. Akhirnya, proyek ini ditangguhkan kembali.
Mei 2020 adalah tenggat dari penangguhan proyek dan Pemerintah Malaysia memutuskan untuk memperpanjang masa penangguhan kembali. Pada masa penangguhan tersebut, Pemerintah Malaysia dan Pemerintah Singapura berdiskusi mengenai perubahan proyek. Namun, diskusi ini tidak menemukan kesepakatan.
Setelah diskusi yang alot selama enam bulan dan sudah mencapai tenggat penangguhan, kedua belah pihak sepakat untuk membatalkan proyek kereta cepat. Kedua pihak mengumumkan pernyataan bersama tersebut pada 1 Januari 2020. Pemerintah Malaysia diwakili oleh Perdana Menteri Muhyiddin Yassin dan Pemerintah Singapura diwakili Perdana Menteri Lee Hsien Loong.
Dalam diskusi yang alot selama Mei-Desember 2020, kedua pihak berupaya untuk merubah proyek kereta cepat setelah menghitung dampak ekonomi yang terjadi akibat pandemi COVID-19.
Menteri Ekonomi Malaysia, Mustapa Mohamed, menjelaskan bahwa kesepakatan pada 2016 tidak lagi fisibel jika diterapkan pada 2020, terlebih dengan pertimbangan kondisi fiskal yang terdampak pandemi COVID-19.
Pilihan Editor: Kereta Cepat Jakarta Bandung Whoosh dan Lika-Liku Penamaannya