TEMPO.CO, Jakarta - Guru besar transportasi dari Universitas Indonesia (UI) Sutanto Soehodho mengingatkan beberapa hal dalam rencana proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya. Salah satunya adalah isu pembebasan lahan yang tidak mudah, terlebih untuk trase atau jalur kereta yang melalui kota yang sudah berkembang.
“Hal itu sering menjadi potensi penghambat pembangunan strukturnya,” ujar Sutanto melalui pesan WhatsApp pada Senin, 9 Oktober 2023.
Menurut Sutanto, meski jalur dibangun secara elevated (di atas permukaan tanah), tapi tetap ada penyesuaian jalur untuk mempertahankan kecepatan kereta yang tinggi. Ditambah pembebasan lahan untuk stasiun dan transit oeriented development atau TOD (pengembangan kawasan berorientasi transit).
“TOD harus menjadi bagian pembangunan kereta cepat untuk mencapai nilai keekonomiannya serta keberlangsungannya atau sustainability-nya,” tutur Sutanto.
Selain itu, dia menambahkan, kereta cepat juga membutuhkan teknologi tinggi baik dari aspek hardware (perangkat keras) maupun software (perangkat lunak) yang belum dimiliki baik oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI maupun PT Industri Kereta Api (Persero) atau PT INKA secara mandiri. Terutama dari sisi sumber daya manusianya.
Oleh sebab itu, membangun kereta cepat secara mandiri masih diperlukan waktu dan biaya yang besar untuk realisasi secara penuh dan mandiri. “Salah satu aspek besar dalam operasi kereta cepat adalah unsur keselamatan atau safety issue yang high standard,” ucap Sutanto.
Dia juga mengatakan rute Kereta Cepat Jakarta-Surabaya via Pantai Utara (Pantura) bakal lebih ekonomis dibandingkan dengan via Pantai Selatan. Karena, kata dia, sesuai tujuan untuk menghemat nilai waktu perjalanan bianisserta aktivitas sosial yang rutin dan bernilai ekonomi tinggi.
“Jalur Pantura memiliki beberapa kota yang lebih berkembang secara aktivitas ekonomi,” ujar Sutanto.
Sehingga, jika kereta cepat dibangun via Jalur Pantura, penumpang/ridership akan lebih banyak, sehingga membuat proyek lebih layak secara ekonomi dan finansial. Di samping itu, Jalur Pantura juga memiliki medan geografis yang lebih bersifat datar, bukan bukit atau pegunungan.
“Sehingga biaya pembangunan fisik bisa lebih ditekan karena tidak diperlukan konstruksi terowongan bawah tanah atau tunnel yang mahal,” ucap Sutanto.
Sementara itu, Kolaborasi Departemen Desain Produk Industri Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), PT Industri Kereta Api (Persero) atau PT INKA, dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) berhasil mengembangkan rancang bangun dan protote kereta cepat untuk rute Jakarta-Surabaya.
Selanjutnya: Ketua Tim Peneliti Rancang Bangun dan ...