TEMPO.CO, Semarang - Warga terdampak dugaan pencemaran limbah tambak udang di Karimunjawa, Kabupaten Jepara terus menyuarakan penolakan. Mereka menilai hal itu berdampak pada tujuh kelompok masyarakat di Karimunjawa.
"Mulai nelayan dalam, nelayan tepi, petani keramba, pelaku wisata, masyarakat di lingkungan tambak, petani rumput laut, dan pengusaha rumput laut," sebut Tri Hutomo, aktivis Kawal Indonesia Lestari atau Kawali Jawa Tengah pada Jumat, 29 September 2023.
Tri Hutomo menyebutkan, tambak udang di Karimunjawa telah beroperasi sejak 2017. "Luasnya 42 hektare, menyebar tidak hanya di satu titik," kata dia.
Pemerintah Kabupaten Jepara telah menerbitkan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah atau Perda RTRW yang melarang tambak udang di Karimunjawa. "Pada 2020 Unesco menetapkan Karimunjawa cagar biosfer," ujarnya.
Koordinator Lingkar Juang Karimunjawa atau Lingkar, Bambang Zakaria, menyebutkan sejumlah dampak yang terjadi setelah ada tambak udang di daerah tempat tinggalnya. Antara lain biota laut yang semula hidup di Karimunjawa dia sebut kini telah hilang.
"Apa yang terjadi di Karimunjawa adalah kerusakan lingkungan. Rumput laut dulu menjadi sandaran sekarang hancur," sebutnya ketika menghadiri rapat bersama anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR RI di Kota Semarang.
Mereka sebenarnya tak diundang di acara tersebut. Dalam salinan undangan kegiatan itu, hanya warga pemilik tambak udang yang diundang. Bambang nekat datang dari Karimunjawa untuk menyuarakan aspirasi warga lainnya.
Sementara Teguh Santoso, salah seorang pemilik tambak udang, menyebutkan usaha tersebut telah ditekuni keluarganya turun-temurun. "Orang tua kami memiliki delapan hektar mangkrak bekas tambak udang.Tambak udang ini adalah warisan nenek moyang," ujarnya.
Dia juga menolak anggapan bahwa tambak udang di Karimunjawa ilegal. Menurutnya, tambak tersebut berada di tanah hak milik mereka. Teguh meminta pemerintah mempermudah pengurusan izin usaha tersebut.
Bambang menampik tambak udang di Karimunjawa telah beroperasi turun temurun. Dia mengakui pernah ada tambak udang tradisional di sana pada medio 1990-an. Namun, usaha itu tak berjalan lama kemudian berhenti.
Ketika itu usaha tambak udang tradisional dianggap tak cocok dijalankan di Karimunjawa. Kemudian pada 2017 kembali dibuka tambak udang secara intensif yang dinilai berbeda dengan tradisional. "Saat pandemi Covid-19 terus bertambah," kata dia.
Pilihan Editor: Syahrul Yasin Limpo Terjerat Kasus Korupsi, Ini Profil dan Perjalanan Karirnya