INFO BISNIS- Kasus Covid-19 yang melanda dunia dan Indonesia, membuat pemerintah harus bergerak cepat mengambil kebijakan. “Mana yang harus didahulukan, kesehatan atau ekonomi? Bagi Saya, keduanya sama penting dan harus berjalan bersama,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merespons penanganan Covid-19 pada Mei 2020.
Indonesia tercatat menjadi salah satu negara yang sukses dalam menangani krisis kesehatan serat pemulihan ekonomi dengan cepat dan baik akibat virus corona. Namun, dampak pandemi Covid-19 masih dirasakan masyarakat.
Salah satunya adalah dengan peningkatan anggaran kesehatan untuk memitigasi risiko kesehatan lainnya. Kebijakan ini barengi dengan mewujudkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang sehat dan produktif.
Keberpihakan kepada kesehatan terlihat dari peningkatan anggaran dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2024. Kementerian Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan anggaran kesehatan sebesar Rp187,5 triliun. Nilai ini setara dengan 5,6 persen dari APBN.
Tren anggaran kesehatan meningkat tajam dalam lima tahun terakhir, khususnya dalam penanganan Covid-19 dan penyesuaian kebutuhan kesehatan masyarakat. Anggaran kesehatan pada 2020 sebesar Rp172,3 triliun, melonjak menjadi Rp312,4 triliun pada 2021.
Baca juga:
Pada 2022, anggaran kesehatan sebesar Rp188,1 triliun seiring dengan penurunan kasus Covid-19. Sedangkan outlook 2023 anggaran kesehatan dipatok Rp172,5 triliun.
Untuk 2024, pemerintah mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar Rp187,5 triliun. Jumlah ini meningkat 8,7 persen atau Rp15,0 triliun dibandingkan outlook anggaran kesehatan tahun ini.
Berdasarkan hasil kesepakatan dengan DPR, Anggaran Kesehatan 2024 tersebut dialokasikan melalui belanja pemerintah pusat (BPP). Rinciannya sebagai berikut:
- Kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp107,2 triliun.
- Belanja Non-K/L senilai Rp14,2 triliun.
- Melalui transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp66,1 triliun.
Adapun alokasi Anggaran Kesehatan tersebut diarahkan, untuk Pertama, penurunan prevalensi stunting. Menurut data Kementerian Kesehatan, angka stunting di Indonesia terus menurun. Pada 2014, sebesar 37 persen turun menjadi 24,4 persen pada 2021 dan 21,6 persen pada tahun lalu.
Untuk mencapai target 14 persen, pemerintah bertekad melakukan penajaman lokasi dan intervensi prevalensi stunting di seluruh kabupaten dan kota di Indonesia. Selain itu, pemerintah akan memperkuat sinergi berbagai institusi baik pemerintahan pusat, daerah, dan swasta.
Kedua, transformasi layanan primer yang bersifat promotif dan preventif, di antaranya pengobatan dan penangan terhadap ibu hamil dengan kekurangan energi kronis. Kebijakan ini juga turut membantu menurunkan angka stunting.
Ketiga, transformasi layanan rujukan, yaitu dengan pemerataan akses peningkatan layanan prioritas penyakit jantung, stroke, kanker dan ginjal. Pencapaian transformasi yang dilakukan pemerintah berhasil membangun 15 rumah sakit pratama untuk penguatan layanan rujukan di daerah terpencil. Selain itu, 16 rumah sakit vertikal telah bekerja sama dengan institusi atau rumah sakit internasional.
Keempat, transformasi sistem ketahanan nasional. Pemerintah terus mendorong inovasi alat kesehatan buatan dalam negeri dan penjaminan produk dalam negeri melalui pengadaan barang dan jasa. Hasilnya, sejak 2021, delapan dari 10 bahan baku obat telah diproduksi di dalam negeri. Sebanyak 38 industri farmasi nasional difasilitasi untuk mengganti sumber lima bahan baku obat dari dalam negeri
Kelima, transformasi sistem pembiayaan. Meliputi insentif tenaga kesehatan serta perluasan cakupan layanan bagi masyarakat dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2023.
Keenam, transformasi SDM kesehatan dengan meningkatkan cakupan tenaga kesehatan. Saat ini, 91 persen puskesmas telah dilengkapi minimal satu orang dokter. Kemudian 61,5 persen RSUD telah dilengkapi tujuh jenis dokter spesialis, dan menerbitkan 236.075 surat tanda registrasi (STR) tenaga kesehatan.
Ketujuh, transformasi teknologi kesehatan. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, perkembangan teknologi di bidang kesehatan yang demikian maju dan pesat harus dijawab dengan kemampuan Indonesia, tidak hanya di bidang rumah sakit, juga teknologi di bidang industri farmasi.
Meski Anggaran Kesehatan meningkat, namun yang paling penting terletak pada transparansi, efisiensi dan tepat sasaran. Dan Anggaran Kesehatan tidak lagi berbasis mandatory spending melainkan berbasis kinerja.
Pasalnya, pengeluaran biaya kesehatan per orang per tahun selama ini selalu tumbuh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan ekonomi per orang per tahun dari suatu negara.
Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kementerian Keuangan, Putut Hari Satyaka, menyampaikan strategi untuk menyiasati masalah anggaran dengan mencontoh belanja kesehatan negara lain. Yaitu konsep pendanaan kesehatan berbasis kinerja. Bersumber dari pencatatan pendanaan, transparansi, alokasi yang baik dan pemanfaatannya.
Strategi dalam menyiasati keterbatasana anggaran kesehatan, kata Putut, pertama, membuka sumber lain yang didapat dari swasta atau filantropis. Kedua, melalui penentuan skala prioritas yang jelas, dan yang ketiga adalah pentahapan. Saat ini, pemerintah membuka partisipasi publik dalam penyusunan aturan turunan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.(*)