TEMPO.CO, Jakarta - Perdagangan karbon melalui Bursa Karbon resmi diluncurkan oleh pemerintah pada hari ini, Selasa, 26 September 2023. Melalui perdagangan perdana itu, tercatat volume transaksi sebesar 459.914 ton CO2 ekuivalen. Lebih rinci lagi, telah terjadi sebanyak 13 transaksi, 13 total pesanan, dan 16 pengguna yang telah terdaftar.
Dalam perdagangan ini, terdapat registered project milik Pertamina NRE, yakni proyek Lahendong unit 5 dan unit 6 PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) di Sulawesi Utara. Adapun karbon yang diperdagangkan adalah karbon vintage medio 2016 hingga 2020.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar mengatakan pendirian Bursa Karbon Indonesia ini merupakan momentum bersejarah Indonesia dalam mendukung upaya Pemerintah mengejar target untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sesuai ratifikasi Paris Agreement.
“Bursa karbon Indonesia akan menjadi salah satu bursa karbon besar dan terpenting di dunia karena volume maupun keragaman unit karbon yang diperdagangankan dan kontribusinya kepada pengurangan emisi karbon nasional maupun dunia,” kata Mahendra, Senin, 26 September 2023.
Ia mengungkap Indonesia memiliki target menurunkan emisi gas rumah kaca, sebesar 31,89 persen (tanpa syarat dan tanpa bantuan internasional) atau sebesar 43,2 (dengan dukungan internasional) dari tingkat emisi normalnya (atau Business As Usual) pada 2030.
Tujuan penting dari perdagangan karbon