TEMPO.CO, Jakarta - Tenaga Kerja Asing atau TKA yang dipekerjakan di Indonesia sebelumnya diatur dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun, peraturan tersebut diubah menjadi UU Cipta Kerja pada 2020 silam yang hingga saat ini masih menjadi kontroversi.
Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja telah diserahkan oleh pemerintah kepada DPR sejak 2020 lalu. RUU Cipta Kerja yang ditujukan untuk menarik investasi dan memperkuat perekonomian nasional ini mendapat banyak kritik dari berbagai pihak, dimana terdapat beberapa perbedaan dengan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Pemerintah sebenarnya tetap mengatur pekerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu pada ayat 4 pasal 42. Namun, ayat 5 yang berbunyi bahwa ketentuan di ayat 4 yang mesti disertai dengan Keputusan Menteri dihapus.
Selain itu, pada ayat 5 UU Cipta Kerja, pemerintah hanya menambah klausul tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi bidang personalia. Pemerintah juga mengubah ayat 6 yang berbunyi "Tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) yang masa kerjanya habis dan tidak dapat di perpanjang dapat digantikan oleh tenaga kerja asing lainnya,”.
Pasal tersebut diubah menjadi berbunyi “Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.”
Dalam UU Cipta Kerja atau Omnibus Law, pemerintah juga mengubah bunyi pasal 45 dalam UU Nomor 13 Tahun 2003. Pada peraturan sebelumnya, pemerintah mengatur semua tenaga kerja asing yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian wajib memiliki pendamping warga negara Indonesia.
Dilansir dari laman Disnaker Provinsi NTB, dalam undang-undang yang baru, aturan ini dikecualikan bagi tenaga kerja asing yang menduduki jabatan direksi dan/atau komisaris.
Meskipun pada dasarnya pemerintah jugamenambahkan aturan yang menyertai pasal itu, yakni pemberi kerja wajib memulangkan tenaga kerja asing ke negara asalnya setelah hubungan kerjanya berakhir. Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi tenaga kerja asing yang menduduki jabatan tertentu.
Berdasarkan naskah undang-undang Cipta Kerja, pengaturan tentang tenaga kerja asing diatur pada bagian kedua klaster ketenagakerjaan. Dalam Pasal 81 termuat pengubahan, penghapusan, dan tambahan beberapa klausul dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dilansir dari laman Mahkamah Konstitusi RI, pada UU Omnibus Law juga terdapat pengubahan pada Pasal 42 ayat 1. Dalam undang-undang sebelumnya, setiap pemberi kerja yang mempekerjakan Tenaga Kerja Asing wajib memiliki izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Sedangkan dalam rancangan yang baru, izin tertulis hanya diganti dengan rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh pemerintah pusat.
Selain itu, pada ayat 3, pemerintah juga menambahkan pihak-pihak yang bebas dari persyaratan yang tercantum di ayat 1. Sebelumnya, pihak yang dikecualikan mengurus izin seperti yang tertera pada ayat 1 hanya berlaku bagi perwakilan negara asing yang mempergunakan TKA sebagai pegawai diplomatik dan konsuler.
UU Omnibus Law juga merancang Pasal 89 tentang perubahan terhadap pasal 42 Ayat 1 UU 13 Tahun 2003 memuat syarat mempekerjakan tenaga kerja asing di Indonesia. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing dari Pemerintah Pusat.
MUTIARA ROUDHATUL JANNAH | FRANCISCA CHRISTY ROSANA
Pilihan editor: