TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia angkat bicara soal konflik yang terjadi di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Ia menilai konflik yang muncul seperti di Pulau Rempang tak hanya sekali terjadi di Indonesia.
Bahkan, kata Bahlil, konflik selalu muncul saat Indonesia memiliki proyek besar yang akan digarap. "Setiap kita mau bangun apa saja, ada aja (muncul masalah)," kata Bahlil saat menghadiri Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI di Jakarta, Rabu, 13 September 2023.
Ia juga menyoroti orang asing yang menunjukkan sikap tak suka melihat Indonesia bergerak lebih maju. "Ada juga kemarin viral bule-bule di TikTok yang ngomong soal itu, itu merisaukan. Ngapain bule ngurusin negara kita, ada apa di situ?" ucap Bahlil.
Lebih jauh, Bahlil menduga kericuhan di Pulau Rempang terjadi karena sosialisasi soal rencana proyek ke masyarakat adat yang belum berjalan dengan baik.
"Dugaan saya, pertama sosialisasinya belum berjalan baik. Itu harus diakui dan Bapak Presiden (Joko Widodo) memerintahkan saya turun langsung," tuturnya.
Adapun di Pulau Rempang akan dibangun Rempang Eco City, salah satu proyek yang terdaftar dalam Program Strategis Nasional 2023. Pembangunan proyek ini diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023 yang disahkan pada 28 Agustus.
Proyek tersebut terdiri atas kawasan industri, perdagangan hingga wisata terintegrasi yang ditujukan untuk mendorong daya saing dengan Singapura dan Malaysia. Pada wilayah ini juga akan dibangun pabrik kaca dan panel surya, yang disebut-sebut bakal menjadi yang terbesar kedua di dunia setelah Cina. Nilai investasi yang masuk pada proyek Rempang Eco City ini diprediksi mencapai Rp 175 triliun dan bisa terus meningkat hingga Rp 361 triliun.
Menteri Agraria dan Tata Ruang sekaligus Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto sebelumnya menegaskan bahwa lahan tinggal sebagai pemicu kericuhan di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU).
Lahan yang akan dijadikan lokasi Rempang Eco City seluas 17 ribu hektare tersebut, kata Hadi, merupakan kawasan hutan dan dari jumlah itu, sebanyak 600 hektare merupakan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dari Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Selanjutnya: Hadi menjelaskan, sebelum terjadi konflik ...