TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan pemerintah mesti menjadikan kegagalan program food estate sebagai pembelajaran penting untuk memperbaiki program ini di masa depan. Apalagi food estate yang dirintis sejak 1990-an hingga saat ini belum ada yang berhasil.
“Program food estate tidak bisa dikejar-kejar dengan cara ‘kerja, kerja kerja’ lalu menghasilkan seperti sulapan,” tuturnya,” kata Khudori melalui pesan tertulis pada Rabu, 16 Agustus 2023.
Khudori berujar, keberhasilan program food estate membutuhkan waktu, teknologi tertentu, hingga tenaga lapangan yang cukup dan cakap. Pasalnya, selain lahan bukaan baru, lahan-lahan lokasi food estate itu lahan kelas 2, kelas 3, bahkan 4. Tingkat kesuburannya jauh lebih rendah dari lahan-lahan di Jawa.
Di sisi lain, kata Khudori, produksi dari lahan berbeda dengan produksi manufaktur yang sepenuhnya bisa dikontrol. Produksi di lahan ada banyak variabel yang tidak bisa dikontrol.
Selama ini, menurut dia, kegagalan program food estate disebabkan lantaran program digarap serampangan. Mulai dari perencanaan hingga eksekusi di lapangan.
Padahal, rata-rata lahan food estate merupakan lahan bukan baru dari hutan yang perlu persiapan sebelum ditanami. Bukan cuma soal dukungan infrastruktur memadai, seperti irigasi, bendungan dan jalan, tapi tanah lokasi food estate harus disiapkan agar tanaman bisa tumbuh baik.
Khudori pun mengatakan program food estate harus diletakan dalam konteks jangan menengah-panjang. “Bahwa lewat program ini kita membangun fondasi yang benar, baik untuk menambah lahan pangan maupun secara gradual memindahkan basis produksi pangan dari Jawa keluar Jawa,” katanya.
Dalam konteks untuk secara gradual mengalihkan basis produksi pangan dari Jawa ke luar Jawa, Khudori memang setuju bahwa food estate adalah langkah yang harus diambil. Sebab, menumpukan aneka produksi pangan penting di Jawa pada akhirnya akan berhadapan dengan fakta bahwa lahan pertanian terus dikonversi.
Pilihan Editor: Bantah Proyek Food Estate Gagal, Moeldoko: Butuh 6 sampai 7 Kali Musim Panen untuk Membuktikan Hasilnya