TEMPO.CO, Jakarta - Ahli Ekologi dari Sekolah Tinggi Perikanan dan Kelautan, Romi Hermawan merespons soal pembukaan kembali ekspor pasir laut lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023. Ia menilai potensi keuntungan dari bisnis ekspor pasir laut sangat besar, sehingga pemerintah gencar mendorong ekspor komoditas tersebut.
"Ekspor pasir laut ini seksi sekali karena Singapura sedang membuat megaproyek pelabuhan paling besar di Asia. Mereka sudah ada anggarannya," ujar Romi dalam diskusi virtual yang diselenggarakan oleh kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Selasa, 13 Juni 2023.
Romi menyebut megaproyek yang tengah digarap Singapura mencapai mencapai 65 juta TEUs, dari sebelumnya hanya 50 juta TEUs. Proyek itu ditargetkan rampung pada 2040.
Jika sudah ada tengat waktu penyelesaian, menurut dia, sudah pasti Singapura telah menyiapkan dananya. Terlebih, pendapatan Singapura sendiri paling besar dari pelabuhan sehingga proyek itu akan menjadi prioritas.
Lebih lanjut, dia menjelaskan pasar ekspor pasir laut hanya satu yaitu Singapura. Pada periode 1997 sampai 2002, ekspor pasir laut dari Indonesia ke Singapura mencapai lebih dari 53 juta ton per tahun. Sehingga kurang lebih ada 517 juta ton yang diekspor dalam waktu 20 tahun. Itu pun, tutur Romi, belum termasuk ekspor pasir yang ilegal.
Terlebih pasir laut di Indonesia dihargai murah. Ia berujar pasir ekspor dari Indonesia hanya dibanderol Rp 228 ribu per kubik. Ia mengaku tidak mengetahui harga jual di Singapura aja, tetapi ia meyakini tarifnya akan jauh lebih tinggi.
Di sisi lain, Malaysia sebagai pemasok pasir laut dalam proyek reklamasi di Singapura telah menghentikan ekspornya. Sehingga Indonesia sebagai negara terdekat dari Singapura memiliki peluang ekspor pasir laut yang besar.
Selanjutnya: "Kalau ambil pasir laut di Indonesia, di Sumatera...