"Bagaimana lagi dengan dibukanya keran ekspor untuk pasir laut, hal ini hanya akan menambah derita nelayan dan masyarakat yang akan terdampak sebagai pihak yang dikorbankan untuk kepentingan eksploitasi sumber daya kelautan, yaitu pasir laut,” beber Susan.
5. Mekanisme sanksi di dalam PP 26/2023 dilakukan dengan pendekatan sanksi administrasi.
Susan menilai, sanksi administrasi tidak akan membuat efek jera, melainkan akan memberikan waktu dan ruang bagi investor untuk memperbaiki kesalahan. "Hal tersebut telah terjadi di Pantai Minanga yang telah direklamasi dan pelaku usaha diberikan sanksi administrasi, tetapi mereka tetap beroperasi hingga saat ini."
Lebih jauh, dia menilai legalisasi eksploitasi pasir laut akan semakin mengancam keberlanjutan pulau-pulau kecil di Indonesia, yang kini tengah berjuang melawan krisis iklim. Pulau-pulau kecil, kata dia, akan masif terancam tenggelam jika beleid tersebut ini tidak dievaluasi dan dicabut.
"Pemerintah seharusnya menjamin kehidupan nelayan dan ruang-ruang produksinya serta keberlanjutan ekosistem pesisir, bukan merampok sumber daya alam mereka,” tutur Susan.
Sebelumnya pada 15 Mei 2023 lalu, Presiden Jokowi kembali menetapkan dan mengundangkan PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Beleid tersebut memuat rangkaian kegiatan pengangkutan, penempatan, penggunaan, dan penjualan, termasuk ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut.
Dalam pasal 9 bab IV butir 2 disebutkan, pemanfaatan pasir laut digunakan untuk reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha dan ekspor. Pada pasal itu juga disebutkan ekspor pasir laut dilakukan sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
AMELIA RAHIMA SARI | RIANI SANUSI PUTRI
Pilihan Editor: Menteri ESDM Blak-blakan Soal Pancabutan Larangan Ekspor Pasir Laut: Yang Dibolehkan itu Sedimen
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini