Kendati demikian, Bhima menilai pembentukan OPEC versi nikel juga memiliki kelemahan.
"Kebijakan produksi nikel sangat bergantung pada kebijakan domestik tiap negara penghasil. Terlebih beberapa negara misalnya, cukup inward looking dengan pemenuhan kebutuhan di dalam negeri terlebih dulu, dibanding ekspor," papar Bhima.
Contohnya adalah mendorong hilirisasi nikel untuk baterai kendaraan listrik. Hal tersebut tentu akan mempengaruhi porsi ekspor nikel mentah dan setengah jadi.
"(Kelemahan kedua) terjadi perbedaan kualitas nikel antar negara sehingga penentuan target harga yang ingin dicapai menjadi lebih menantang," ungkap dia.
Kelemahan ketiga adalah beberapa tambang nikel telah memiliki konsesi atau kontrak pengelolaan dengan pihak swasta dengan masa berlaku cukup lama, termasuk soal harga jual.
"Jika pemerintah ingin mengatur soal harga bersama di koalisi produsen nikel maka kontrak pertambangan dan penjualan nikel ke smelter perlu disesuaikan, tentunya bisa mendapat respons gugatan bahkan hingga ke WTO (Organisasi Perdagangan Dunia)," tutur dia.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengusulkan untuk mendirikan organisasi seperti OPEC bagi negara-negara penghasil nikel pada pertemuan dengan Menteri Perdagangan Internasional, Promosi Ekspor, Usaha Kecil dan Pembangunan Ekonomi Kanada Mary Ndi di sela rangkaian G20 Summit di Nusa Dua, Bali, Selasa, 15 November 2023.
"Sebagai sesama negara yang kaya akan hasil pertambangan khususnya nikel, adanya organisasi seperti OPEC untuk negara penghasil nikel dapat mengoordinasikan dan menyatukan kebijakan komoditas nikel," kata Bahlil.
Senada, Presiden Joko Widodo atau Jokowi berbicara hal serupa dalam Sesi Kerja Mitra G7 pada KTT G7 Hiroshima, Jepang. "Sudah saatnya membentuk semacam OPEC untuk produk lain seperti nikel dan sawit," kata Jokowi di Grand Prince Hotel, Hiroshima, Sabtu, 20 Mei 2023
AMELIA RAHIMA SARI | FAJAR PEBRIANTO | ANTARA
Pilihan Editor: Jokowi Izinkan Ekspor Pasir Laut di Tengah Perjuangan Melarang Ekspor Bijih Nikel, Pengamat: Ironis
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini