Amir memberikan solusi. Misalnya pihak perusahaan dan pemerintah memberikan bantuan kapal yang lebih besar untuk nelayan di Karimun. Sehingga nelayan bisa melaut lebih jauh dari titik tambang pasir tersebut. "Kalau sekarangkan kapal kita dibawah 5GT semua, kalau melaut pasti berada di dekat tambang pasir laut lah, ikan sudah pasti tidak ada," kata dia.
Amir mengatakan, sampai saat ini pemerintah daerah maupun pusat tidak pernah bicara dengan nelayan terkait dibukanya lagi keran ekspor tambang pasir laut tersebut. "Sekarang kondisinya laut Karimun itu sudah rusak, ditambah lagi nanti adanya tambang pasir ini, makin susahlah kami cari ikan," katanya.
Pendapat Amir diamini Hamdan Umar, nelayan di Pulau Pemping, Kota Batam. Menurut Hamdan, sekitar 2000 lokasi di Pulau Pempingi juga menjadi titik tambang pasir laut.
Hamdan masih ingat masa kecilnya ketika 2000 itu. Nelayan protes terhadap tambang pasir laut lantaran berdampak kepada turunnya daratan pulau. "Dampaknya sudah jelas, kaki rumah panggung masyarakat yang berada di pulau-pulau kecil itu sudah tergantung, karena pasirnya turun ke laut," kata Hamdan.
Ia melanjutkan, bahkan pada 2019 dua perusahaan tambang pasir laut mencoba kembali mengajukan izin penambangan pasir latu di sekitar Pemping. Saat itu alumni lulusan Unri tersebut menolak beroperasinya tambang pasir laut, meskipun nelayan mendapatkan kompensasi Rp 600 ribu.
Akhirnya dua perusahaan tersebut tidak jadi beroperasi, karena ditemukan beberapa pelanggaran. "Peluang perusahaan itu melanggar pasti ada. Kami 2019 itu pernah mengejar kapal isap pasir laut, canggihnya mereka bisa menghisap pasir sambil berjalan," katanya.
Selain menyebabkan abrasi, Hamdan mengatakan, yang sudah pasti laut menjadi rusak dan keruh. Hasil tangkapan nelayan di Pemping berkurang drastis akibat aktivitas tersebut. "Kami tetapi pendirian kami, menolak tambang pasir laut, inikan bisnis, mereka yang untung kita yang buntung," katanya.
Hamdan menyayangkan keputusan Presiden Joko Widodo membuka kembali keran ekspor tambang pasir laut. Pasalnya yang tahu dampaknya adalah masyarakat dan nelayan kecil di lokasi tambang. "Yang bersentuhan langsung dengan laut itu kami, saya dibesarkan oleh laut, kalau tetap mau jalan pasir laut, suruh Pak Jokowi datang ke sini," katanya.