Selain kepanikan dan psikologis investor terganggu, Bhima berujar, dikhawatirkan akan terjadi kenaikan suku bunga yang cukup signifikan. Karena begitu ada sinyal gagal bayar utang, kemungkinan bank sentral Amerika akan mengambil jalan menaikan suku bunga.
Tujuannya adalah agar menarik investor tetap percaya dan confident untuk memegang US Treasury Bill. “Nah ini efeknya nanti kepada surat utang pemerintah Indonesia, SBN (surat berharga negara) itu imbal hasilnya akan meningkat cukup tajam,” tutur dia.
Kemudian, beban bunga utang pemerintah yang harus siap dikeluarkan pemerintah pada 2023 senilai Rp 441 triliun yang akan terus mengalami kenaikan. “Artinya akan lebih banyak lagi pajak masyarakat yang akan dihabiskan hanya untuk membayar bunga utang ya belum pokok utangnya,” ucap Bhima.
Dia juga melihat bahwa Amerika memiliki peran kurang lebih 9 persen terhadap total ekspor nonmigas, serta investasi ke Indonesia juga memiliki peran penting. Jadi ketika ada gejolak di Amerika—gagal bayar, masalah perbankan, dan gejala resesi—maka para eksportir seperti pakaian bekas atau tekstil hingga alas kaki harus bersiap mengalihkan pasar jika tidak ingin mengalami penurunan yang cukup dalam.
“Jadi triple krisis nih yang ada di Amerika. Kondisi ekspor bisa menguras neraca perdagangan Indonesia, investasi pun begitu,” kata dia.
Sehingga, sumber investasi yang berasal dari negara-negara barat bisa terpengaruh karena mereka cenderung akan menahan dan melihat terlebih dulu bagaimana kondisi ekonomi Amerika. Setelah itu, baru melakukan asesmen terhada potensi investasi di luar negaranya.
“Jadi in work looking ini yang akan terjadi sepanjang 2023 sampai masalah ini beres,” ujar Bhima.
Pilihan Editor: Dampak Potensi Gagal Bayar Utang AS Bisa Menghantam Ekonomi Indonesia, Ini Alurnya
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini