TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengakui bahwa kenaikan realisasi investasi pada triwulan I 2023 tak berbanding lurus dengan penyerapan tenaga kerja. Menurutnya, realisasi investasi pada periode ini memang tak banyak terjadi di industri padat karya.
"Aku harus akui itu, jadi antara target investasi kita dengan penyerapan tenaga kerja itu enggak berbanding lurus, karena investasi sekarang ini bukan lagi padat karya yang banyak," ucapnya usai konferensi pers di kantor BKPM, Jakarta Selatan pada Jumat, 28 April 2023.
Pasalnya, Indonesia kini tengah banyak berfokus pada pembangunan hilirisasi industri bauksit, nikel, dan tembaga. Menurut dia, membangun industri ini dengan skala besar lebih banyak membutuhkan teknologi ketimbang tenaga manusia.
"Kalau kita mau membangun hilirisasi bauksit, nikel, tembaga, mana ada pakai manusia. Palingan bangun konstruksinya aja, setelah itu diperasikan semua oleh mesin," ujar Bahlil.
Ia pun tak menampik hal yang menjadi persoalan di Indonesia adalah mengaitkan realisasi investasi dengan membangun lapangan pekerjaan. Karena itu, kata Bahlil, pemerintah berupaya agar terjadi keseimbangan pembangunan di sektor lainnya, seperti migas, keuangan, serta usaha mikro, kecil, dan menegah (UMKM).
Adapun realisasi investasi pada triwulan I 2023 tercatat sebesar Rp 328,9 triliun. Angka ini meningkat sebesar 16,5 persen dibanding dengan periode yang sama pada tahun 2022. Sementara itu, penyerapan tenaga kerja Indonesia dari investasi tersebut menurun menjadi 384.892 orang.
Kendati demikian, Bahlil menggarisbawahi realisasi investasi yang tercatat itu belum termasuk sektor migas, keuangan, dan UMKM yang terbilang memiliki penyerapan tenaga kerja lebih besar. Dengan demikian, dia menilai angka penyerapan tenaga kerja sebaiknya dilihat dari realisasi investasi per semester atau tahunan.
"Karena UMKM kami tarik datanya bukan triwulan tapi satu tahun. Nanti dari situ baru akumulasi lapangan pekerjaan yang diciptakan lewat UMKM kelihatan. Bisa juga dilihat 6 bulan sekali," tuturnya.
Pilihan Editor: Kasus Investasi Bodong Robot Trading, Ini Penjelasan OJK dan Ancaman Dendanya
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.