Hal senada disampaikan oleh General Manager The Alana Hotel & Convention Center Solo, Sistho A Shrestho. "Saya rasa semua masyarakat tidak hanya kita yang di perhotelan pasti sangat menyesalkan hal ini. Kok rasanya tidak ada yang tidak kecewa," tutur Sistho yang juga menjabat sebagai Humas Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Solo ini.
Sistho mengakui sebelum ada keputusan resmi dari FIFA terkait dicabutnya status Indonesia tuan rumah Piala Dunia U-20 2023, sektor perhotelan di Solo dan sekitarnya memang belum melakukan persiapan secara detail untuk menyambut event itu. Pada umumnya mereka memilih menunggu informasi tentang kepastian penyelenggaraan turnamen sepakbola kelas dunia itu.
"Dari FIFA memang pernah melakukan inspeksi ke hotel-hotel namun yang dipantau lebih ke infrastrukturnya seperti fasilitas kamar, layout kamar, ukuran kamar, ukuran kolam remang, tepat fitness, ya lebih ke fisik bangunan. Belum ada pembicaraa lebih detil mengenai harga, kontrak harga, jadi memang waktu itu kita dalam posisi menunggu kepastian dari FIFA," katanya.
Terkait tingkat okupansi hotel di Solo dan sekitarnya pascapandemi Covid-19, Sistho menyebut ada peningkatan yang cukup signifikan. "Menurut catatan kita tingkat okupansi pada tahun 2022 rata-rata ada di sekitar 70-75 persen dan puncaknya terjadi pada akhir tahun, yaitu November-Desember 2022, beberapa hotel mencatatkan tingkat okupansi di atas 80 persen," ucapnya.
Menurut Sistho, hal itu tak lepas dari upaya Pemerintah Kota Solo dalam menghadirkan berbagai event atau kegiatan ke Kota Solo ini sehingga membawa dampak positif terhadap perekonomian masyarakat Solo.
"Begitu masifnya kegiatan-kegiatan yang dihadirkan Pemkot Solo, melalui Wali Kota (Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka), terutama yang membawa massa seperti Muktamar Muhammadiyah, Munas HIPMI, konser Deep Purple, serta banyaknya perubahan-perubahan di antaranya Mangkunegaran yang berbenah, Solo Safari, kemudian ada Masjid Raya Sheikh Zayed yang membawa market baru yaitu religi market di mana itu mampu memberikan dampak positif terhadap kunjungan para wisatawan dan tentunya membawa dampak positif terhadap kinerja perhotelan," ucapnya.
Digadang-gadang bisa mendorong lonjakan okupansi hotel
Untuk saat ini, Sistho mengungkapkan terkait tarif atau harga hotel masih dinamis, naik-turun. Pada bulan puasa yang merupakan low season, memang hotel banyak tawarkan harga atau promo untuk mempertahankan okupansinya. Namun pada saat Lebaran nanti akan ada peningkatan untuk okupansi tersebut. "Ya kalau Lebaran kita optimistis bisa lebih dari 90 persen ya peningkatan okupansinya nanti meski dengan harga yang juga akan menyesuaikan," katanya.
Jika seandainya Piala Dunia U-20 2023 jadi digelar di Indonesia, termasuk di Kota Solo, menurut Sistho akan sangat dimungkinkan peningkatan okupansi hotel itu dapat lebih maksimal. "Ya karena setelah lebaran biasanya selain banyak kegiatan misalnya dari pemerintahan, meeting-meeting, kalau ditambah Piala Dunia, tentunya akan mendongkrak tingkat okupansi tersebut, bahkan akan dapat memperpanjang length of stay (lama tinggal)," katanya.
Jika lama tinggal wisatawan di Kota Solo selama ini rata-rata masih di angka 1,6, dengan digelarnya Piala Dunia U-20 dimungkinkan akan dapat bertambah bahkan hingga lebih dari 2. "Sebab dalam event olahraga seperti Piala Dunia ini kan pemain tidak hanya bermain 1 hari, pulang, tapi mereka bisa bermain bahkan mungkin hingga sebulan sehingga itu akan memperpanjang length of stay," katanya.
Selanjutnya: Pemerintah Kota Solo sejauh ini telah mempersiapkan ...