TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Menteri Keuangan (Kemenkeu) Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menanggapi kasus dugaan pencucian uang di Direktorat Jenderal Bea Cukai (Ditjen Bea Cukai) Kementerian Keuangan yang berkaitan dengan impor emas. Kasus itu diungkap oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD saat rapat bersama Komisi III DPR RI.
Prastowo mengatakan pada saatnya nanti Kemenkeu akan menyampaikan secara detail. “Yang pasti, seluruh informasi dan hasil analisis kami tindak lanjuti sesuai ketentuan yang berlaku,” ujar dia kepada Tempo melalui pesan pendek pada Kamis malam, 30 Maret 2023.
Dia juga menuturkan Kemenkeu turut mencermati informasi dan diskursus yang berkembang, termasuk yang dibahas di rapat bersama Komisi III DPR RI. “Kami menghormati proses yang berlangsung di Komisi III DPR,” ucap Prastowo.
Cerita kasus impor emas batangan itu bermula saat Mahfud menjelaskan soal adanya kekeliruan di pihak Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati soal data transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun di Kemenkeu. Menurut Mahfud, ada bawahan Sri Mulyani yang menutup-nutupi kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Kemenkeu.
Data yang baru diterima oleh Sri Mulyani pada 13 Maret 2023 dari Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana sebelumnya sudah dikirimkan, di mana di dalamnya termasuk nilai transaksi Rp 189 triliun. Tapi, kata Mahfud, bawahan Sri Mulyani itu menyatakan tidak ada laporan soal dugaan pencucian uang itu.
“Oh enggak ada bu, enggak pernah ada,” kata Mahfud menceritakan saat rapat bersama Komisi III yang disiarkan langsung melalui akun YouTube DPR RI pada Rabu, 29 Maret 2023. Ia tidak menjelaskan detail siapa pejabat Kemenkeu yang menutup akses tersebut, hanya mengatakan bahwa itu pejabat tinggi eselon satu.
“Ini informasi yang tahun 2020,” kata Mahfud menirukan Sri Mulyani. “Enggak ada,” jawabnya.