VP Corporate Products, Kaspersky Ivan Vassunov menjelaskan hal itu bisa diasumsikan bahwa para bos berjuang untuk membahas penerapan solusi keamanan siber baru. Karena banyaknya istilah dan konsep teknis yang rumit yang sering digunakan oleh staf keamanan TI.
“Namun, kesulitan pembahasan mengenai peningkatan anggaran karena eksekutif C-Level mengharapkan staff IT menggunakan metrik bisnis untuk membenarkan kebutuhan mereka,” ujar Vassunov.
Menurut dia, saat ini, dalam lingkungan ekonomi yang sulit dan lanskap ancaman yang rumit, saling pengertian antara pemilik bisnis dan orang-orang IT menjadi lebih penting untuk kelangsungan bisnis. Tujuannya untuk menghindari risiko keamanan siber tambahan.
“Penting bagi kedua tim untuk mengetahui cara berbicara dalam bahasa yang sama berdasarkan angka, referensi yang andal, dan argumen yang dapat dipahami,” tutur dia.
Data tersebut berdasarkan dua survei terhadap responden IT dan non-IT yang dilakukan oleh konsultan riset Censuswide yang ditunjuk oleh Kaspersky. Riset online kuantitatif dilakukan di antara para bos perusahaan yang mendiskusikan masalah terkait keamanan dengan manajer keamanan IT setidaknya setahun sekali.
Peneliti mewawancarai 2.300 karyawan, 300 berasal dari Asia Tenggara, dari bisnis global dengan lebih dari 50 karyawan, dengan perwakilan di 25 negara. Responden ditanyai tentang persepsi kesiapan IT organisasi mereka, komunikasi antara staf IT dan eksekutif non-IT, hingga konsekuensi akibat miskomunikasi.
Jajak pendapat lainnya dilakukan di antara 4.132 pekerja TI sebagai bagian dari Corporate IT Security Risks Survey (ITSRS) Kaspersky. Wawancara berlangsung di bisnis dengan lebih dari 50 karyawan dilakukan di 25 negara. Sebanyak 254 manajer IT keamanan dari Asia Tenggara disurvei.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.