Lebih lanjut, Eddy menjelaskan keputusan PHK terpaksa diambil karena jebloknya pesanan dari sejumlah produsen sepatu terbesar dari luar negeri. Ia mencontohkan tiga merek internasional, seperti Nike, Reebok dan Adidas, tercatat memangkas pesanan hingga 50 persen dari kondisi normal karena perusahaan tersebut mengalami kesulitan penjualan.
"Di dalam pertemuan kita dengan orang Nike, Reebok, dan Adidas, mereka mengatakan 30 tahun mereka bisnis, tidak pernah sekalipun mengalami kesulitan penjualan kecuali tahun ini," kata Eddy dalam konferensi pers virtual pada November lalu.
Eddy menyebut, pemangkasan jumlah pekerja juga terjadi di negara-negara pengekspor alas kaki lainnya seperti Vietnam dan Cina. Dua negara itu bahkan mengajukan kepada pemerintahnya agar bisa dilakukan pengurangan jam kerja dari 40 jam kerja per minggu menjadi 25 sampai 30 jam.
Anggota Dewan Pembina Aprisindo Anton Supit juga menjelaskan hal senada. Ia menjelaskan penyebab PHK pada ribuan pekerja industri sepatu di Tangerang.
"Karena ordernya menurun sehingga kita tidak kuat menahan mereka. Kalau di sepatu kan order menurun agak drastis," ungkap Anton saat dihubungi Tempo, Kamis, 2 Februari 2023.
Ditanya tentang jumlah, dia mengatakan tidak tahu menahu. Jika permintaan turun drastis maka banyak pekerja yang terpaksa di-PHK.
"Coba bayangin, kalau turunnya cukup besar, kita tidak kuat membayar fix cost, mempertahankan pekerja segitu banyak karena di industri sepatu itu satu pabrik bisa puluhan ribu," tutur Anton.
Dia pun membenarkan bahwa PHK tidak dilakukan oleh satu perusahaan saja. Ada beberapa perusahaan yang melakukan PHK karena masalah serupa. Namun, dia menegaskan masalah itu hanya sementara.
"Tapi, kita sadar ini hanya masalah temporary, bukan bisnis sepatunya yang tidak punya prospek. Sepatu tetap ada prospek, tapi permintaan, khususnya Uni Eropa dan Amerika agak menurun," ungkap Anton.
AMELIA RAHIMA SARI | RIANI SANUSI PUTRI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini