Penggugat, Judianto berujar, mengklasifikasikan objek gugatan sebagai sebuah tindakan faktual atau tindakan administrasi pemerintahan. Hal itu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara (Peratun) Jo Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan Jo Peraturan Mahkamah Agung No 2 tahun 2019.
Oleh karena itu, dia menambahkan, penggugat keberatan atas argumentasi maupun pertimbangan hukum dari majelis hakim PTUN. Larena hal itu merupakan kekeliruan majelis hakim yang dengan sengaja menafsirkan objek gugatan penggugat secara kabur.
“Oleh karena itu penggugat menilai majelis hakim PTUN telah salah dan keliru menyatakan objek gugatan tidak termasuk sebagai objek sengketa tata usaha negara, dan menyatakan Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berwenang mengadli perkara (Kompetensi Absolut),” tutur Judianto.
Sekar Banjaran Aji dari Greenpeace Indonesia menjelaskan dengan usaha banding dalam perkara ini, merupakan kesempatan kedua majelis hakim PTUN membuka diri untuk melanjutkan memeriksa dan mempertimbangkan substansi perkara (pokok perkara). Seharusnya, kata dia, majelis hakim dapat secara jernih mempertimbangkan substansi perkara (pokok perkara).
“Yaitu persoalan distribusi minyak goreng yang tidak terlepas dari aspek-aspek administratif berupa kecacatan administratif dan tindakan oleh Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dalam hal ini perlu diuji dalam persidangan di pengadilan,” ucap Sekar.
Baca juga: Pemerintah Akan Luncurkan Campuran Solar B35 pada Januari 2023
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.