2. Buruh menolak keras
Kalangan buruh menolak keras diaturnya outsourcing dalam Perpu Cipta Kerja karena isinya tak jauh berbeda dari Undang-undang Cipta Kerja yang dinilai cacat secara formil oleh Mahkamah Konsitutusi (MK).
Meskipun pada Perpu Cipta Kerja dibuka sedikit ruang dialog, menurut Said, masih belum jelas jumlah dan jenis pekerjaan apa saja yang diizinkan dilakukan outsourcing. Hal itu termaktub pada ayat 3 bahwa pemerintah akan menentukan pekerjaan apa saja yang diperbolehkan melakukan outsorcing melalui Peraturan Pemerintah atau PP.
Said lalu membandingkannya dengan aturan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam UU itu, disebutkan pekerjaan yang boleh menggunakan outsourcing hanya jasa jasa pembersihan (cleaning service), keamanan, transportasi, katering dan jasa minyak dan gas pertambangan.
Menurut Said, aturan ini memiliki banyak celah kecurangan. Terlebih tidak ada ukuran yang jelas untuk pemerintah menentukan jasa apa saja yang boleh menggunakan outsourcing. "Seeenak-enaknya dong. Nanti kalau ada yang minta, lalu pemerintah bilang boleh gimana. Enggak boleh dong hukum dimain-mainin begitu. Tidak setuju," tutur Said.
3. Alasan pemerintah atur ulang outsourcing
Sedangkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah mengatur ulang ketentuan mengenai outsourcing dalam Perpu Cipta Kerja untuk mengakomodasi permintaan serikat pekerja atau buruh.
"Permintaan serikat buruh adalah alih daya (outsourcing) dibatasi untuk sektor tertentu dan kita ikuti. Kalau sebelumnya dibuka total seluruh sektor, sektor itu nanti tertentu saja,” kata Airlangga dalam konferensi pers secara virtual, Jumat, 30 Desember 2022.
Airlangga juga mengklaim Perpu Cipta Kerja telah mengakomodasi permintaan buruh soal pengupahan. Pemerintah memasukkan unsur inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan daya beli masyarakat sesuai daerahnya sebagai penghitung besaran upah.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menegaskan bahwa substansi sektor ketenagakerjaan soal outsourcing termasuk yang disempurnakan dalam Perpu Cipta Kerja. Sebelumnya, kata dia, di dalam UU Cipta Kerja tidak diatur pembatasan jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan, sedangkan dalam Perpu tertanggal 30 Desember 2022 itu jenis pekerjaan alih daya dibatasi.
“Dengan adanya pengaturan ini, tidak semua jenis pekerjaan dapat diserahkan kepada perusahaan outsourcing. Nantinya, jenis atau bentuk pekerjaan yang dapat dialihdayakan akan diatur melalui Peraturan Pemerintah," kata Ida.
ANTARA | RIANI SANUSI PUTRI
Baca juga: Aliansi Aksi Sejuta Buruh Mendesak 3 Tuntutan Soal Perpu Cipta Kerja di Depan Gedung DPR, Apa Saja?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.