“Banyaknya spektrum analog ini malah mengakibatkan pemborosan frekuensi dan malah mengganggu kualitas siaran itu sendiri,” ucap Alfons.
Dia menilai justru keterbatasan digital ini malah memberikan kenikmatan dalam penyajian konten yang lebih efisien. Karena kelebihan spektrum dalam gelombang analog memberikan efek yang kurang menyenangkan dalam menangkap siaran TV seperti berbayang atau bintik-bintik.
Bayangkan, Alfons berujar, masyarakat menonton Piala Dunia antara Iran dan Inggris dengan tidak nyaman. Karena sinyal analog yang spektrumnya luas dan berhasil ditangkap antena mengakibatkan pemain bola dan bolanya menjadi banyak.
“Untung saja kipernya juga jadi banyak, sehingga tidak kerepotan menghalau bola yang menjadi banyak tersebut,” tutur Alfons.
Selain itu, transmisi sinyal digital membutuhkan bandwidth yang lebih kecil dibandingkan sinyal analog. “Di mana satu channel analog yang sama dapat digunakan untuk transmisi 4 atau lebih channel digital,” ujar Alfons.
Kominfo sebelumnya telah resmi memberlakukan kebijakan migrasi dari TV analog ke TV digital di 222 titik, termasuk Jabodetabek. Penerapannya akan diperluas secara bertahap hingga 514 titik.
Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan penerapan migrasi tv digital atau ASO ini sesuai dengan Undang-Undang Cipta Keja. "Ini merupakan amanat dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang di dalamnya disebutkan migrasi televisi terestrial diselesaikan paling lambat 2 November 2022 atau beberapa menit yang lalu," ujar Mahfud MD melalui siaran YouTube Kominfo, Kamis, 3 November 2022.
Baca juga: Peralihan TV Digital Jalan Terus, Kominfo Siap Hadapi Gugatan Hary Tanoe
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.