TEMPO.CO, Jakarta - Pakar keamanan siber dan forensik digital dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, membeberkan alasan banyak negara berlomba melakukan migrasi dari tv analog ke tv digital atau analog switch off (ASO), termasuk Indonesia.
Padahal, menurut dia, pengaturan waktu spektrum digital tidak akan pernah bisa menyamai spektrum analog. Sebab, spektrum digital adalah buatan manusia yang berbasis binari dan dibatasi oleh banyaknya jumlah transistor yang mengaturnya. Sementara spektrum analog adalah dunia nyata yang memiliki spektrum antara yang tidak terbatas.
Oleh karena itu ia menilai kebijakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dalam kebijakan migrasi tv ini yang menyebutkan seakan-akan spektrum digital lebih baik daripada analog sebetulnya kurang tepat.
Baca: Stok Set Top Box Ludes di Marketplace, INTI Akan Produksi 50 Ribu Unit Lagi
"Di dalam dunia nyata, baik dunia fotografi (warna), dunia musik (suara), dan pengaturan waktu spektrum, digital tidak akan pernah bisa mengalahkan atau menyamai spektrum analog," kata Alfons dalam keterangan tertulis, Kamis, 10 November 2022.
Lalu mengapa produk elektronik digital lebih populer daripada produk elektronik analog dan dalam dunia penyiaran semua negara berlomba-lomba melakukan ASO?
Alfons menyebutkan hal tersebut semata-mata karena spektrum digital lebih andal dan efisien dibandingkan spektrum analog. Sebaliknya, spektrum analog mengonsumsi frekuensi terlalu luas yang kurang diperlukan.
Sementara frekuensi adalah sumber daya yang terbatas. Oleh sebab itu, pemborosan penggunaan frekuensi menimbulkan kerugian yang sangat besar dan harus dihindari.
Menurut Alfons, walaupun secara ideal sinyal analog memiliki spektrum lebih luas daripada sinyal digital, tapi dalam dunia penyiaran spektrum lebih itu tidak diperlukan dan terkadang mengganggu. Hal ini berbeda dengan menikmati lagu audiophile yang ingin mendapatkan detail suara seotentik mungkin.
Selanjutnya: “Banyaknya spektrum analog ini malah mengakibatkan ..."