Ada juga penghentian operasi pada dua lapangan gas yang dikerjakan oleh PT Pertamina EP dan Train 2 Tangguh-BP dengan potensi kehilangan produksi sekitar 300 MMscfd sepanjang Agustus hingga September 2022.
“Jadi turunnya outlook produksi tahun ini disebabkan karena adanya unplanned shutdown, selain adanya delay pada kegiatan pemboran dan onstream fasilitas produksi,” kata dia.
Sementara itu, Direktur Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal menilai kegiatan eksplorasi hulu migas bakal terkoreksi seiring dengan kekhawatiran resesi ekonomi tahun depan.
Selain itu, kata Moshe, perusahaan hulu migas belakangan justru mengoptimalkan kegiatan eksploitasi sumur tersedia di tengah momentum harga minyak mentah dunia dan gas yang masih tertahan tinggi pada kuartal keempat tahun ini.
Hal itu diharapkan dapat meningkatkan cadangan kas perusahaan tahun depan. “Para produsen migas akan memaksimalkan kegiatan eksploitasi untuk memanfaatkan harga minyak tinggi saat ini, meningkatkan pendapatan jangka pendeknya,” kata Moshe kemarin.
Ia menyebutkan keuntungan yang diperoleh perusahaan migas saat ini yang ditopang oleh melonjaknya harga komoditas bakal dialihkan sebagian besarnya untuk meningkatkan cadangan kas mereka guna mengantisipasi resesi tahun depan. Sebagian perusahaan migas itu juga diketahui membeli kembali saham mereka di bursa, mengamankan dividen, serta eksploitasi pada lapangan-lapangan migas yang tersedia.
BISNIS
Baca juga: Produksi di Sumur Minyak Pertamina Terancam Tambang Batu Bara Ilegal
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini