Ketut menyebutkan tujuan merumuskan draf aturan itu adalah agar gula produksi dalam negeri tidak hanya memenuhi kebutuhan secara nasional, tetapi juga bisa untuk diekspor. Saat ini Indonesia setidaknya selalu impor gula sebesar 1,04 juta ton per tahun.
“(Niat) Pak Presiden kita harus apresiasi, maknanya dia ingin harus swasembada. Mestinya petani menangkap ini sebagai peluang. Bahkan Presiden bilang kalau berlebih bisa keluar atau ekspor,” ujar Ketut.
Saat ini, kata Ketut, tantangan industri gula dalam negeri adalah luas lahan dan produksi yang rendah. Oleh karena itu, Perpres tersebut mencantumkan keharusan produksi untuk ditingkatkan menjadi 93 ton tebu per hektare, rendemen 11,2 persen, dan penambahan luas lahan 700.000 hektare.
Dalam hal ini, PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTPN III yang diberi mandat untuk merealisasikan ketentuan dalam Perpres tersebut. “Ini kan, bagus sebenarnya, PTPN diberi target. Gimana caranya, biar PTPN yang merealisasikan karena sudah siap ditunjuk oleh pemerintah,” ucap Ketut yang mengaku sudah beberapa kali diundang dalam perumusan Perpres yang dikomandoi Kementerian Perekonomian itu.
Ia juga menyinggung draf Perpres yang memberi hak kuota impor gula kristal putih dan/atau gula kristal mentah (raw sugar) kepada PTPN III. Menurut dia, tanpa Perpres perusahaan pelat merah itu pun selalu memperoleh kuota impor. Oleh sebab itu, semua pihak harus melihat bahwa Perpres tersebut untuk memitigasi kebutuhan nasional.
“Jadi tidak hanya menolak Perpres, menolak impor karena berganti pimpinan juga impor lagi. Jadi pemerintah harus ada cadangan, pemerintah tidak ada cadangan sama sekali," ujar Ketut. "Ini potensi harus dikendalikan. Makanya mitigasinya harus dilihat bahwa problem kita diproduksi harus dibicarakan masing-masing."
Lebih jauh, menurut Ketut, Rancangan Perpres Perpres Swasembada Gula tersebut juga masih terus digodok oleh pemerintah. Nantinya, kata Ketut, setiap stakeholder akan dilibatkan dalam rancangan perpres ini. “Pembahasan masih berlangsung, masukan masih dimungkinkan. Sebelum ditandatangani bisa diberikan masukan," katanya.
DEFARA DHANYA PARAMITHA | BISNIS
Baca juga: Menteri ESDM Bertemu Konsultan Brazil, Jajaki Pengembangan Tebu Jadi Bahan Bakar Nabati
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.