Dedi Adhuri, peneliti senior dari Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam paparan online di acara bertema ‘Sustainable Management of Marine and Coastal Ecosystem in the Arafura and Timor Seas Region’, menjelaskan sektor perikanan sering dipandang sebagai dunianya laki-laki dan seolah-olah perempuan tidak terlibat atau tak punya peran penting di sektor ini.
“Maka penting bagi kita untuk sensitif melihat peran perempuan sebagai individu, di rumah tangga dan di tingkat kelompok. Perikanan adalah sebuah sistem, di mana peran laki-laki dan perempuan sama pentingnya,” kata Dedi.
Ketika suami tidak dapat melaut, maka ibu-ibu inilah (istri nelayan) yang menutupi kebutuhan protein keluarga, misalnya dengan menangkap kerang untuk dijual. Ada juga ibu-ibu yang menjahit alat tangkapan (jaring atau jala) untuk suaminya. Keterlibatan mereka sangat intensif. Mereka terlibat mulai dari proses pengadaan, proses produksi sampai post-harvest (paska-panen).
Para istri nelayan, juga bisa berperan menentukan berapa banyak uang yang diperoleh dari menjual hasil tangkapan ikan yang dilakukan suami. Semakin ke arah marketing, peran mereka semakin besar. Artinya, kalau nelayan sudah menangkap, namun post-harvest-nya tidak optimal maka suami tak bisa menghasilkan uang yang banyak.
Nelayan - nelayan di Desa Apara sedang membersihan ikan balobo untuk dijadikan ikan asin, 30 September 2022. Sumber: TEMPO/Suci Sekar
Sementara itu, Leny Nurhayanti Rosalin, Deputi bidang Kesetaraan Gender dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengakui perempuan nelayan sangat erat kaitannya dengan kegiatan pemberdayaan ekonomi di wilayah pesisir dan kewirausahaan di bidang budidaya hasil laut.
Kementerian PPPA terus mendorong agar perempuan nelayan dapat mengakses sumber daya dan menfaat dari adanya kegiatan pemberdayaan ekonomi perempuan melalui kewirausahaan.
Di antara program Kementerian PPPA dalam pemberdayaan perempuan adalah menggelar Bimtek Kewirausahaan Perempuan Berperspektif Gender untuk para perempuan rentan. Pada bimtek ini, tidak hanya diajarkan terkait keterampilan untuk memajukan usaha, tetapi juga membangun kepercayaan diri perempuan untuk berdaya.
“Kontribusi perempuan pada perekonomian keluarga, akan menjadi kekuatan perempuan pada proses pengambilan keputusan dalam rumah tangganya, termasuk untuk berbagi peran dalam mendidik dan mengasuh anak bersama suami secara lebih adil,” kata Leny.
Hal lain yang disoroti Leny adalah hegemoni budaya patriarki juga ditemukan di lingkup masyarakat pesisir terutama nelayan. Ada sistem pembagian kerja sesuai dengan situasi geososial masyarakat nelayan.
Dalam sistem pembagian kerja ini, nelayan laki-laki biasanya bertanggung jawab dalam menangkap ikan. Sedangkan perempuan bertanggung jawab menjual hasil tangkapan.
Perempuan bertugas memastikan kebutuhan-kebutuhan domestik dalam keluarga. Di sisi lain, perempuan juga mengambil peran sebagai nelayan untuk mencukupi kebutuhan keluarga mereka sehari-hari.
Baca juga: Hari Pangan Sedunia, Jokowi: Banyak Negara Terancam Kerawanan Pangan Akut
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.