TEMPO.CO, Jakarta - Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) khawatir ongkos operasional kapal tetap membengkak karena melejitnya harga bahan bakar minyak (BBM) meski Kementerian Perhubungan telah menaikkan tarif angkutan penyeberangan kelas ekonomi. Sebab, besaran kenaikan tarif angkutan kapal penyeberangan itu tak sesuai dengan hitung-hitungan pengusaha.
Ketua Umum Gapasdap Khoiri Soetomo mengatakan kenaikan tarif kelas ekonomi rata-rata 11,79 persen. Untuk menutup ongkos operasional, pengusaha pun meminta stimulus.
“Maka Gapasdap mohon kepada pemerintah untuk memberikan insentif,” ujar Khoiri melalui pesan pendek pada Jumat, 16 September 202.
Insentif yang dimaksud Khoiri adalah pembebasan biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), seperti di angkutan udara. Pemerintah juga didesak memberikan keringanan terhadap biaya kepelabuhanan atau biaya kepelabuhanan ditanggung oleh pemerintah.
“Dan dapat memberikan insentif kepada perusahaan angkutan penyeberangan dari alokasi dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) akibat dampak kenaikan Bahan Bakar Minyak atau BBM,” kata dia.
Restu Kemenhub soal kenaikan tarif penyeberangan itu tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 172 Tahun 2022 tentang Tarif Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan Kelas Ekonomi Lintas Antar Provinsi dan Litas Antar-Negara. Aturan tersebut, kata Khoiri, akan berlaku pada Senin, 19 September 2022, tepat pukul 00.00 WIB.
Namun, menurut Khoiri, kenaikan itu sebenarnya masih belum sesuai dengan harapan para pengusaha. Gapasdap tetap meminta tarif angkutan penyeberangan naik 35,4 persen. “Dan ditambah dengan kenaikan biaya akibat kenaikan harga BBM,” tutur Khoiri.
Juru Bicara Kemenhub, Adita Irawati, belum mengungkap kepastian kapan aturan itu akan berlaku. “Akan terbit dalam waktu dekat, sedang proses administrasi,” ujar dia melalui pesan pendek pada Kamis sore, 15 September 2022.
Adita juga belum bisa mengungkap berapa besaran persentase kenaikan tarif angkutan penyeberangan kelas ekonomi. “Ditunggu saja ya, karena tiap lintasan beda-beda kenaikannya,” tutur Adita.
Baca juga: 1,4 Juta Kilogram Impor Hortikultura Tertahan, Ombudsman: Imbas Beda Aturan Kemendag dan Kementan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.