Sementara itu, Ketua Umum Kadin Indonesia, M. Arsjad Rasjid menjelaskan bahwa karakteristik geografi Indonesia menjadi tantangan untuk menjangkau daerah terpecil dan pelosok dalam optimalisasi ekonomi. Hal itu juga tak dipungkiri membuat biaya logistik Indonesia cukup tinggi, yaitu 23 persen dari PDB.
Angka tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan Singapura 8 persen dan Malaysia 13 persen dari pada PDB negaranya. “Kami mendorong agar sistem transportasi di Indonesia terintergrasi, baik di Pelabuhan, Bandara, Stasiun dan juga Teriminal Bus. Intergarasi intermoda ini menjadi kunci dari daya saing industri," ucap dia.
Selain itu, Arsjad juga mengungkapkan ada tiga hal yang membuat konektivitas intermoda menjadi sangat krusial. Pertama adalah efesiensi waktu yang utama bagi wistawan agar sampai di tempat tujuan, selain itu kecepatan diperlukan untuk rantai pasok pengiriman logistik.
Kedua adalah biaya, jika biaya transportasi rendah maka biaya logistik akan dapat bisa di tekan, sehingga Indonesia bisa bersaing dengan negara lain. Dan ketiga adalah aksesbilitas, dengan lancarnya pengirim melalui rute dan jalur yang telah dibuat maka rantai pasok logistik akan semakin mudah.
"Jika tiga hal tersebut bisa kita atasi maka kami yakin kegiatan ekspor dan impor di Tanah Air menjadi mudah,” tutur Arsjad. “Sehingga dapat membantu usaha UMKM di Tanah Air bisa bersaing di pasar global.”
Sedangkan Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Nur Isnin Istiarto mengatakan industri penerbangan sangat penting untuk menghubungkan satu daerah dengan daerah lain. Terlebih lagi operator penerbangan saat ini mememukan momentum pemulihan bisnisnya pasca Covid-19.
Pada Juni 2022 lalu lintas penerbangan domestik maupun internasional sudah mencapai rata-rata 70 persen jika dibandingkan masa saat pedemi Covid-19 lalu. Berdasarkan data dari IATA, lalu lintas domestik mencapai kenaikan sebanyak 81 persen dan lalu lintas penerbangan internasional mencapai 65 persen.
“Data kenaikan tersebut merupakan peluang bagi maskapai untuk memajukan industri penerbangan kembali. Dengan syarat meningkatkan pelayanan dan bisa menangkap peluang pasar yang ada," kata dia.
Untuk meraih peluangan tersebut, kata Isnin, seluruh operator di Indonesia harus menyiapkan sejumlah strategi sebagai langkah antisipasi dalam masa transisi setelah pademi. Salah satunya dengan meningkatkan kolaborasi dan elaborasi bersama para stakeholder dan pemangku kebijakan melalui pengembangan bisnis.
Melalui strategi tersebut diharapkan sektor industri penerbangan dapat melakukan rencana strategis guna memilihkan bisnis dan lalu lintas penerbangan. “Misalnya dengan mengoptimalkan slot penerbangan dan mengaktifkan kembali rute-rute domestik yang sempat di tutup,” ujar Nur Isnin.
Baca Juga: Menhub Kumpulkan Maskapai Siang Ini, Bahas Penurunan Harga Tiket Pesawat
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.