TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) Aminuddin Rifai mengaku telah menyampaikan permohonan penyesuaian tarif angkutan penyeberangan antar-provinsi kepada Kementerian Perhubungan.
Penyesuaian ini dianggap penting agar pelaku usaha tidak menaikkan sendiri tarifnya. Ia khawatir pemerintah akan berlama-lama memutuskan kebijakan kenaikan tarif tersebut.
"Kalau (tidak ada kenaikan tarif) dan kenaikan tarif ditentukan mereka (pengusaha), di lintasan bisa kacau. Kami Gapasdap tidak bertanggung jawab dengan kondisi di lintasan," tuturnya saat dihubungi Tempo, Kamis, 8 September 2022.
Permintaan kenaikan tarif itu mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 66 Tahun 2020. Pada tahun itu, masih ada sisa harga pokok penjualan atau HPP sebesar 37 persen.
Rifai menuturkan pengusaha sudah meminta ada kenaikan tarif sebelum harga bahan bakar minyak (BBM) naik. Sejak harga BBM naik per 3 September, pengusaha makin terpukul karena menanggung beban operasional yang lebih tinggi.
Rifai menyebutkan kenaikan harga BBM jenis Solar terhadap HPP memberi pengaruh terhadap biaya operasional sampai 20 persen. Meski demikian, Rifai tak menampik pengaruh kenaikan harga BBM untuk masing-masing lintasan berbeda karena jarak lintasannya berlainan.
Ia mencontohkan Pelabuhan Merak-Bakauheni. Kenaikan harga BBM bisa mempengaruhi biaya operasional sampai 40 persen karena memiliki jarak tempuh 15 mil. Hitungan itu untuk angkutan kapal di atas 6.000 GT.
"Kami minta minimum (kenaikan tarif) 32 persen kalau di Merak-Bakauheni. Tapi kalau semua lintassan minimum 22,5 persen. Nanti akan berbeda-beda kenaikannya per lintasan, ada yang 27 dan 28 persen," ucapnya.
Walau begitu, ia menyebut idealnya kenaikan tarif mencapai 40 persen. Angka itu berasal dari 15 persen sisa HPP dan 25 persen dampak dari kenaikan harga BBM.
Adapun para pengusaha angkutan penyeberangan di lintas Pelabuhan Merak-Bakauheni, Ketapang-Gilimanuk, dan trayek komersial lainnya kini masih terus menunggu keputusan pemerintah soal kepastian tarif. Sebelumnya, menurut Rifai, pemerintah telah berjanji akan mengumumkan kenaikan tarif pada 7 September. Namun sampai kemarin, belum ada informasi lebih lanjut.
Padahal saat ini, pelaku usaha sudah menanggung tambahan biaya sebesar Rp 30 hingga 35 juta per kapal untuk mengoperasikan armada dengan tarif lama. Dia khawatir pelaku usaha tidak memiliki kemampuan untuk membeli Solar sehingga opersional kapal mandek.
Jika lalu-lintas kapal berhenti, kondisi ini akan berdampak pada terhambatnya distribusi barang dan orang. Dengan begitu, kondisi di lalu-lintas penyebrangan tidak kondusif.
RIANI SANUSI PUTRI
Baca juga: Pemerintah Akan Bentuk Konsorsium INA dan BUMN Caplok Saham Shell di Blok Masela