TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) meyakini simpanan dalam bentuk valuta asing (valas), khususnya dolar Amerika Serikat, tidak akan lari ke Singapura atau negara lain meski Bank Indonesia belum menaikkan suku bunga acuan. Prediksi tersebut sejalan dengan tanda-tanda likuiditas perbankan yang relatif stabil.
"Jadi kenapa kami tidak bergerak, atau belum bergerak, atau seperti ignorance terhadap selisih suku bunga karena kami monitor beberapa faktor yang menjelaskan kami belum perlu bertindak," kata Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa saat konferensi pers hasil rapat berkala KSSK, Senin, 1 Agustus 2022.
Bank Indonesia (BI) sebelumnya masih menahan suku bunga acuan BI-7 Day Reverse Repo di level 3,5 persen. Sikap BI ini berkebalikan dengan bank sentral negara lain yang telah mengerek suku bunga acuannya.
Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed), misalnya, telah menaikan suku bunga acuan sebesar 75 basis points (bps) ke kisaran 2,25-2,50 persen pada akhir Juli 2022. Suku bunga acuan tersebut bahkan sudah naik empat kali sejak awal 2022.
Purbaya mengakui tingkat suku bunga di dalam negeri memang menyebabkan adanya disparitas suku bunga dengan negara lain, termasuk Singapura. Namun, dia memastikan ada sejumlah faktor yang menyebabkan pihaknya merasa belum perlu mengubah suku bunga simpanan.
Faktor pertama, kata dia, cakupan penjaminain simpanan rupiah maupun valas masing tinggi. Tingkat bunga penjaminan yang ada saat ini juga terjaga di atas 90 persen. Dia melanjutkan cakupan penjaminan simpanan valas saat ini mencapai 98,5 persen dari jumlah rekening.
"Jadi hampir semuanya sudah di-cover. Tapi yang paling penting kami melihat penjaminannya di Januari 2022 98,22 persen; sekarang 98,58 persen. Jadi ada kenaikan dari sisi jumlah rekening, bukan keluar malah bertambah," ujar Purbaya.
Kedua, dia menuturkan kebijakan LPS akan selalu sejalan dengan sinyal kebijakan suku bunga acuan Bank Indonesia. Saat ini, BI masih ingin mendorong pertumbuhan ekonomi dengan cara tidak menaikkan biaya pendanaan atau cost of fund.
Ketiga, belum ada indikasi kuat pengalihan simpanan di dana valas perbankan ke luar negeri. Dana pihak ketiga (DPK) valas di perbankan sampai data terakhir pada Juni 2022 menurut Purbaya masih tumbuh 4,5 persen secara tahunan. Selain itu ada pergeseran DPK dari deposito ke giro.
Pada Januari 2022, total deposito valas di perbankan mencapai US$ 21,42 miliar, sedangkan pada Juni 2022 US$ 19,94 miliar. Sementara itu, giro pada Januari 2022 US$ 36,48 miliar dan pada Juni 2022 justru naik menjadi US$ 37,55 miliar.
"Ini menggambarkan memang ekonomi yang sedang berekspansi. Orang-orang yang tadinya taruh uang di bank terima bunga aja, oh dia melihat ada bisnisnya, sehingga uangnya dipindahkan ke giro karena dia siap-siap untuk membelanjakan," kata Purbaya.
Faktor terakhir, kebijakan suku bunga penjaminan simpanan ini belum berubah agar tidak menjadi insentif bagi deposan valas retail. "Jadi kalau kita naikkin tiba-tiba justru bisa memicu orang pindah, justru saya mengganggu stabilitas rupiah," tutur Purbaya.
LPS tak mengubah tingkat bunga penjaminan simpanan dalam rupiah maupun valas di bank umum. Berdasarkan evaluasi Juli 2022, LPS memastikan tingkat bunga penjaminan simpanan rupiah 3,5 persen dan valas 0,25 persen untuk periode 28 Mei-30 Spetember 2022.
Baca juga: OJK Masih Kaji Aturan Konten YouTube Jadi Agunan Kredit
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.