TEMPO.CO, Jakarta - Forum Masyarakat Penyelamat Pariwisata (Formapp) Manggarai Barat atas nama warga Nusa Tenggara Timur (NTT) menolak rencana kenaikan harga tiket masuk ke Taman Nasional Komodo menjadi Rp 3.750.000 per orang. Tak hanya kenaikan harga tiket, warga juga menolak berbagai praktik monopoli bisnis berbasis korporasi di taman nasional tersebut.
Formapp Manggarai Barat menilai kebijakan ini dilakukan secara mendadak mulai 1 Agustus 2022. Pemerintah menetapkan entrance-fee ke kawasan TN Komodo menjadi Rp 3,75 juta per orang untuk periode satu tahun. Skema ini juga diterapkan secara kolektif dengan Rp 15 juta untuk empat orang per tahun.
Selain itu, Formapp Manggarai Barat mengatakan kebijakan ini menempatkan PT Flobamora sebagai pengelola tunggal melalui paket wisata bernama Experimentalist Valuing Environment (EVE) untuk Pulau Komodo dan Pulau Padar serta perairan di sekitarnya.
Dana Rp 15 juta melalui paket wisata EVE ini akan diolokasikan untuk berbagai kepentingan, yaitu Rp 2 juta Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke pemerintah, khususnya Balai TN Komodo, Rp 200.000 Pendapatan Asli Daerah (PAD) ke Pemprov dan Pemkab, Rp 100.000 biaya Asuransi, Rp 7,1 juta dana konservasi, Rp 5,435 juta fee (upah) PT Flobamor, dan Rp 165.000 biaya pajak.
Formapp Manggarai Barat mengatakan kebijakan tersebut membawa agenda konservasi. Padahal sebenarnya yang terjadi adalah sederetan pembangunan dalam kawasan tanam nasional tersebut telah membahayakan konservasi dan ekonomi masyarakat lokal.
“Dalam empat tahun belakangan ini, warga terus mendesak Pemerintah untuk mencabut izin-izin perusahaan swasta dalam kawasan TNK (PT SKL di Pulau Rinca, PT KWE di Pulau Padar & Komodo dan PT Synergindo Niagatama di Pulau Tatawa),” seperti dikutip dari pernyataan tertulis Formapp Manggarai Barat yang diterima, Senin, 18 Juli 2022.
Selain itu, warga Kampung Komodo juga memprotes keras rencana pemindahan mereka pada 2019 dalam rangka menjadikan Pulau tersebut sebagai destinasi pariwisata eksklusif. Hingga sekarang, protes publik telah mendapatkan perhatian dari lembaga internasional UNESCO dengan melakukan kunjungan lapangan (reactive monitoring) beberapa waktu lalu.
Menurut Formapp, kebijakan ini sangat merugikan masyarakat lokal Kabupaten Manggarai Barat dan masyarakat Nusa Tenggata Barat (NTT) secara umum yang selama ini hidup dari sektor pariwisata. Peningkatan harga tiket secara drastis menjadi sangat mahal juga berpotensi menurunkan minat jumlah wisatawan yang datang ke Flores NTT.
Disertai dengan pembangunan resor-resor ekslusif di dalam Kawasan konservasi, pengunjung yang terbatas dan ekslusif itu dicaplok oleh perusahaan-perusahaan yang sudah diberi izin beroperasi di dalam Kawasan Taman Nasional. “Kebijakan ini mematikan mata pencaharian masyarakat yang umumnya berskala kecil dan menengah,” katanya.
Selain itu, waktu penetapan kebijakan yang terjadi langsung setelah pandemi yaitu pada saat ekonomi pariwisata baru perlahan-lahan hidup kembali sangat disesalkan. Sebab, pemberlakuan kebijakan akan memukul masyarakat pelaku pariwisata dan menghambat pemulihan ekonomi pasca-pandemi pada umumnya karena sejumlah wisatawan akan membatalkan kunjungan mereka ketika mendengar informasi kenaikan tiket ini.