Edy menelaskan, bahwa kenaikan besar subsidi BBM dan LPG juga terimbas oleh kenaikan harga minyak dan gas (migas) di pasar global. “Kita masih banyak mengimpor migas, sehingga ketika harga beli naik dan kita ingin mempertahankan harga, subsidi harus naik."
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya meminta penambahan alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN untuk belanja subsidi dan perlindungan sosial. Adapun penambahan anggaran dan kompensasi BBM mencapai Rp 275 triliun.
Pengajuan penambahan alokasi itu telah dibahas dalam Rapat Kerja Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Raker Banggar DPR) dan disetujui tambahan kebutuhan anggaran dalam merespons kenaikan harga komoditas. Raker itu berlangsung pada Kamis pekan lalu, 19 Mei 2022.
Subsidi BBM melonjak
Saat itu, Sri Mulyani membeberkan bahwa tingginya harga komoditas dan energi menyebabkan adanya selisih antara asumsi harga minyak atau Indonesia Crude Price (ICP) yang tercantum dalam APBN, yakni US$ 63 per barel. Padahal saat ini rata-rata harga ICP telah mencapai US$ 99,4 per barel.
Hal itu yang kemudian memicu kekurangan kebutuhan anggaran untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan pembayaran kompensasi kepada PT Pertamina (Persero).
Bendahara negara tersebut menyatakan bahwa kebutuhan biaya subsidi BBM akan melonjak dari Rp 134 triliun menjadi Rp 208,9 triliun dan kompensasi melonjak dari Rp 18,5 triliun menjadi Rp 234,6 triliun.
Sri Mulyani lalu menyatakan, hanya ada dua pilihan tersisa dalam menyelesaikan masalah lonjakan subsidi BBM tersebut. "Pilihannya hanya dua, kalau ini (anggaran subsidi dan kompensasi) tidak dinaikkan, harga BBM dan listrik naik. Kalau harga BBM dan listrik tidak naik, ya ini yang naik. Tidak ada in between, pilihannya hanya dua," katanya.
BISNIS
Baca: Investor Makin Selektif, Startup Disebut Tak Bisa Terus Bakar Uang
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.