Sahat meminta ada penjelasan dengan disertai bukti dalam kasus yang menyeret tiga perusahaan dan jajaran manajemen menjadi tersangka. Bagaimana dugaan para pejabat Wilmar Nabati Indonesia, Musim Mas, dan Permata Hijau Group berkongkalikong untuk mendapatkan izin ekspor minyak sawit mentah (CPO), menurut Sahat, harus dijelaskan secara terang.
Kejagung, kata dia, wajib memperjelas dugaan manipulasi persetujuan ekspor tersebut. “Itu maksudnya dibereskan mereka melakukan manipulasi dengan PE itu dimana. Diperjelas. Jadi jangan dituduh tanpa ada bukti,” ujarnya.
Pengusaha ancam keluar dari program produksi minyak curah
Lebih jauh, Sahat mengaku kecewa atas penetapan tersangka tersebut. Hal ini juga, menurut dia, bakal mengancam industri minyak goreng mundur dari partisipasi minyak goreng subsidi saat ini bila tak diselesaikan.
GIMNI, kata Sahat, sudah berencana akan keluar dari program produksi minyak curah yang digulirkan untuk menormalkan harga minyak goreng di pasar. “Makanya saya WA ke Dirjen Perindustrian, Pak Putu. Kalau ini begini kami akan mengundurkan diri dari minyak curah ini. Karena apa, karena kami yang ditangkapi,” ucapnya.
Kejaksaan Agung (Kejagung) sebelumnya menetapkan empat orang tersangka dalam kasus pemberian fasilitas ekspor produk CPO dan turunannya. Hal ini yang kemudian berujung pada kelangkaan minyak goreng di dalam negeri.
Keempat orang itu adalahDirektur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indrashari Wisnu Wardhana; Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup, Stanley MA dan General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.
Jaksa Agung ST Burhanuddin menyatakan alasan pihaknya menetapkan nama-nama tersebut menjadi tersangka adalah karena adanya pemufakatan antara pemohon dan pemberi izin dalam proses penerbitan persetujuan ekspor.