TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengusulkan pemerintah dan PT Pertamina (Persero) meminimalkan potensi pergeseran (shifting) konsumsi BBM dari Pertamax yang nonsubsidi ke Pertalite yang disubsidi dengan melarang kendaraan pemerintah dan BUMN mengisi BBM subsidi.
Selain itu, menurut dia, pemerintah dan Pertamina dapat melakukan seleksi kendaraan pribadi yang mengisi Pertalite.
"Misalnya, kendaraan mewah dengan kapasitas mesin ataupun merek tertentu dilarang mengisi BBM bersubsidi. Pengawasan terhadap tindak kecurangan juga perlu diperketat," ujar Josua dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu, 3 April 2022.
Perbedaan harga yang cukup tinggi antara bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dan Pertamax berpotensi memacu pergeseran konsumsi dari Pertamax ke Pertalite. Dengan adanya potensi tersebut, Pertamina dan Pemerintah harus berupaya meminimalkan shifting tersebut.
Josua menilai kebijakan pemerintah tidak menaikkan harga Pertalite cukup baik untuk melindungi daya beli masyarakat. Dengan ditetapkannya harga Pertalite, masyarakat masih memiliki opsi BBM murah di tengah tekanan ekonomi akibat COVID-19.
"Pertamax memang layak dinaikkan harganya mengingat konsumen dari Pertamax kecenderungannya adalah masyarakat menengah atas," ujarnya.
Pertamina mulai 1 April 2022 dini hari menyesuaikan harga Pertamax menjadi Rp 12.500 per liter dari sebelumnya Rp 9.000.