TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia merekomendasikan tata kelola cadangan beras pemerintah (CBP) diubah mulai dari perencanaan, proses penyerapan dan penyaluran, hingga penyesuaian harga eceran tertinggi (HET) untuk beras untuk menghindari potensi kerugian negara.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika, mengatakan terdapat lima hal yang menjadi saran dan koreksi Ombudsman untuk dilaksanakan oleh pemangku kepentingan terkait pengelolaan CBP.
"Pertama adalah salah satu carut marutnya tata kelola cadangan beras pemerintah adalah tidak ditetapkannya berapa jumlah cadangan beras pemerintah," kata Yeka dalam konferensi pers daring tentang tata kelola CBP di Jakarta, Jumat 18 Maret 2022.
Tidak adanya jumlah yang pasti berapa seharusnya ketersediaan CBP yang tertulis dalam regulasi setingkat menteri menyebabkan Perum Bulog sebagai operator tidak bisa melakukan strategi untuk pengeluarannya agar beras tidak melulu disimpan hingga turun mutu.
Yeka mengatakan Badan Pangan Nasional akan menetapkan jumlah ketersediaan CBP yang harus dipenuhi dalam satu bulan ke depan.
Rekomendasi kedua adalah evaluasi dan revisi Permentan Nomor 38 Tahun 2018 tentang Pengelolaan CBP. "Kami mengusulkan agar pengelolaan cadangan beras pemerintah dilakukan berdasarkan prinsip GCG, akuntabel, dan transparan," kata Yeka.