TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pelbagai negara tengah menyambut pemulihan pandemi Covid-19, termasuk Indonesia. Sri menggambarkan pemulihan pasca-pagebluk ini sebagai musim semi yang cerah.
Dia pun mengutip sebuah pepatah asing yang cocok dengan kondisi tersebut. Pepatah itu berbunyi: no matters how long the winter, spring is sure to follow.
“Betapa pun lamanya musim dingin yang beku, gelap, muram, dan mencekam, musim semi yang ceria pasti akan datang,” ujar Sri dalam acara Dies Natalis ke-46 Universitas Sebelas Maret (UNS) pada Jumat, 11 Maret 2022.
Sri mengatakan sejak 2020, dunia menghadapi tekanan berat lantaran penyebaran wabah virus corona. Penyakit yang menyebabkan lebih dari 6 juta orang meninggal membuat tatanan kehidupan dan ekonomi global porak poranda. Musababnya, seluruh kegiatan masyarakat yang berupa pertemuan fisik terhenti.
Mantan Bos Bank Dunia ini menggambarkan betapa Kota New York yang sehari-hari tak pernah mati menjadi lengang. Begitu pun dengan Tanah Suci Mekah, yang biasanya ramai jemaah, menjadi sunyi. Sri juga menyebut Jalan Sudirman dan Thamrin di Jakarta yang kosong lantaran volume lalu-lintas kendaraan merosot.
“Pandemi adalah kejadian luar biasa dan sudah menjangkiti hampir setengah miliar orang. Korban meninggal jauh lebih tinggi dari pandemi sebelumnya,” ucap Sri.
Setelah melalui dua tahun pandemi, kini negara-negara menunjukkan tren perbaikan. Indonesia, misalnya, telah melaju ke jalur pembangunan. Indikator pemulihan itu dilihat dari pertumbuhan ekonomi negara yang kembali ke jalur positif pada akhir 2021. Sri Mulyani mengklaim pemulihan tercapai karena berbagai bauran kebijakan.
Selama pandemi Covid-19, Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan fleksibilitas anggaran melalui Perpu Nomor 1 Tahun 2020 yang disahkan menjadi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020. Beleid itu memungkinkan pemerintah merelaksasi defisit APBN menjadi di atas 3 persen dari produk domestik bruto (PDB) selama tiga tahun.
Sri Mulyani mengatakan belanja pemerintah selama wabah melonjak menjadi 12 persen. Sementara itu pada saat yang sama, penerimaan negara merosot 16 persen dan pendapatan pajak turun 19,6 persen.
Dengan relaksasi defisit APBN, pemerintah bisa menaikkan belanja untuk keperluan pembiayaan penanganan pandemi Covid-19. Pembiayaan dikeluarkan dalam bentuk perlindungan sosial, penanganan kesehatan, dan penyelamatan dunia usaha.
Dia melihat kebijakan ini penting untuk menjaga stabilitas keuangan tatkala banyak perusahaan yang tak mampu membayar angsuran utang. Ketidakmampuan dunia usaha menyebabkan volatilitas serta tekanan terhadap rupiah.
Baca Juga: UNS Beri Penghargaan ke Sri Mulyani Atas Kebijakan Fiskal Selama Pandemi