TEMPO.CO, Jakarta - Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fajriyah Usman menyebutkan bahwa pihaknya terus memonitor fluktuasi harga minyak dunia yang melambung hingga sempat melampaui US$ 100 per barel.
Lonjakan harga minyak bumi dan gas alam tersebut karena meroketnya permintaan energi secara global serta ketegangan geopolitik antara Rusia-Ukraina.
Fajriyah memaparkan, pemantauan kondisi energi global yang berpengaruh pada bisnis perusahaan terus dilakukan. Termasuk di dalamnya yakni kondisi suplai BBM dan LPG yang banyak diimpor dari luar negeri.
Hingga kini, kata Fajriyah, Pertamina memiliki sumber pasokan minyak mentah, produk BBM dan LPG yang bervariasi. Adapun pasokan sumber energi itu berasal dari dalam negeri dan luar negeri, sehingga sifatnya fleksibel.
Ia menyebutkan, sebagian minyak mentah kebutuhan dalam negeri diproduksi oleh PT Pertamina Hulu Energi (PHE) selaku Subholding Upstream Pertamina. "Selain itu minyak mentah juga disuplai oleh produksi KKKS lain di Indonesia,” ucapnya dalam keterangan resmi, Jumat, 25 Februari 2022.
Lebih jauh, Fajriyah menyatakan, pengadaan bahan bakar minyak atau BBM, elpiji serta minyak mentah dilakukan dengan mekanisme jangka panjang. Perusahaan pun menyesuaikan pengadaan dengan short-term, baik untuk minyak mentah maupun produk BBM dan elpiji sesuai dengan kebutuhan dan dengan perencanaan yang matang.
Tak hanya memastikan penugasan untuk mendistribusikan energi ke seluruh Indonesia, kata dia, Pertamina juga akan mengantisipasi dinamika pasar global saat ini yang berpotensi memberikan tekanan pada kinerja keuangan perusahaan dari sektor hilir.