TEMPO.CO, Jakarta -Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Fraksi PKS, Kurniasih Mufidayati menyayangkan terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT). Dalam aturan baru itu, JHT baru bisa dicairkan pada usia 56 tahun.
"Ini mencederai keadilan dan kemanusiaan. Ini kan pekerja menyisihkan uang keringatnya selama bekerja," kata Kurniasih dalam diskusi virtual Jumat, 18 Februari 2022. Menurut dia Permenaker itu, tidak tepat dikeluarkan, khususnya di tengah pandemi Covid-19.
Dia menuturkan per Desember 2021, Kemenaker mencatat 72.983 pekerja mengalami PHK. Lalu, perusahaan yang terpaksa harus mem-PHK-kan pekerjanya itu sudah menembus 4.000 lebih.
"Artinya situasi ini sangat berat buat teman-teman pekerja dan perusahaan yang mau enggak mau merumahkan pekerja," ujarnya.
Dia mengingatkan bahwa JHT merupakan iuran yang dibayarkan oleh pekerja peserta BP Jamsostek setiap bulan. Karena itu, JHT sepenuhnya hak milik pekerja atau peserta JHT, karena tidak ada pembiayaan dari negara.
Data BP Jamsostek per Desember 2021 itu, terjadi penarikan klaim JHT cukup tinggi. Sebanyak 55 persen yang mencairkan JHT, kata dia, adalah pekerja yang mengundurkan diri dan 36 persen ditarik oleh yang ter-PHK. Sedangkan, hanya 3 persen yang JHT diambil pada usia pensiun.
"Artinya ini data menunjukkan, JHT jadi jaring pengaman pekerja yang berhenti kerja atau PHK," kata dia.
Saat ini , kata dia, Permenaker itu jelas keresahan, kegalauan dan tidak ada keadilan bagi para peserta BP Jamsostek.
Karena itu, dia menyarankan Kemenaker, jika ingin membuat kebijakan harus berdiskusi dahulu dengan pihak terkait yang lebih luas.
"Kadang-kadang pemerintah merasa sudah ngobrol, sudah berbincang, sudah ada partisipasi, tapi ternyata pada kenyataan banyak pekerja yang belum dilibatkan," kata Kurniasih.
Baca Juga: Soal JHT, Aspek Indonesia Minta Menaker Berhenti Membangun Opini Menyesatkan