TEMPO.CO, Jakarta - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI angkat bicara menanggapi pemberitaan soal gugatan seorang nasabah prioritas bernama Indah Harini senilai Rp 1 triliun kepada perseroan. Gugatan ini dilayangkan terkait kasus salah transfer yang terjadi pada tahun 2019 silam.
Pemimpin Kantor Cabang Khusus BRI, Akhmad Purwakajaya, menjelaskan, pada tahun 2019, Indah telah menerima dana yang bukan haknya di rekening BRI. Nilai uang yang masuk ke rekeningnya lebih dari Rp 30 miliar.
BRI, kata Akhmad, lalu mendasarkan pada pasal 85 Undang-undang No.3 Tahun 2011 yang menyebutkan setiap orang yang dengan sengaja menguasai dan mengakui sebagai miliknya dana hasil transfer yang diketahui atau patut diketahui bukan haknya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda Rp 5 miliar.
“Namun demikian karena Ybs tidak mempunyai itikad baik untuk mengembalikan dana yang bukan haknya tersebut kepada BRI, maka untuk menyelesaikan hal tersebut BRI telah menempuh jalur hukum secara pidana dan saat ini Ybs telah ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Akhmad, Rabu, 22 Desember 2021.
Oleh karena itu, kata Akhmad, sesuai kewajiban hukum, Indah wajib mengembalikan dana yang bukan menjadi haknya. Ia juga menegaskan bahwa BRI terus menghormati proses hukum yang sedang berlangsung.
Sebelumnya diberitakan bahwa Indah Harini menggugat BRI usai dikriminalisasi dengan menggunakan UU No 3 Tahun 2001 Tentang Transfer Dana.
Lewat kuasa hukumnya dari kantor Hukum Mastermind & Associates, Indah yang masuk dalam daftar nasabah prioritas itu menggugat BRI sebesar hampir Rp 1 triliun atas kerugian materiil dan immateriil akibat kasus salah transfer yang menyebabkan dirinya dijadikan tersangka.
Salah satu penasihat hukum Indah, Henri Kusuma, mempertanyakan bank besar seperti BRI bisa melakukan salah transfer.