TEMPO.CO, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan atau Kemenkeu mengejar penyelesaian 75 kasus dugaan pidana pajak sepanjang 2021. Kasus tersebut tersebar di 35 unit penegakan hukum kantor wilayah dan kantor pusat DJP.
“Sebetulnya kami tidak mengedepankan unsur pemidanaan. Kami mendukung self assesment, yaitu wajib pajak melapor dan menghitung untuk membayar kewajibannya. Namun kalau ada pelanggaran pidana, kami akan mengambil langkah tegas,” ujar Direktur Penegakan Hukum DJP Eka Sila Kusna Jaya saat ditemui di kawasan Semanggi, Jakarta Selatan, Selasa, 23 November 2021.
Adapun 75 kasus itu merupakan bagian dari total 315 perkara pidana pajak yang belum terselesaikan yang secara nasional. Target itu meliputi tiga tahap administrasi perkara yang meliputi P21, penyitaan aset, dan penyerahan berkas perkara atau P22.
Kepala Seksi Penyidikan Direktorat Penegakan Hukum Kantor Pusat DJP Teguh Widodo menyatakan masing-masing perkara memiliki bobot penyelesaian perkara admistrasi. “Bobotnya 0,4 untuk P21; 0,25 untuk penyitaan aset; dan 0,35 untuk P22, “ kata dia di tempat yang sama.
Secara keseluruhan, Teguh tidak merincikan total kerugian negara dari total perkara pidana yang dikejar. Namun ia memastikan Direktorat Jenderal Pajak memiliki tanggung jawab untuk memulihkan kerugian tersebut dan mengembalikannya ke kas negara.
“Kerugian negara akan mengikuti kasusnya. Kalau kasus dibuka, akan tahu kerugian negara berapa. Namun ini secara nasional tidak menjadi bagian dari target penerimaan negara karena kan penegakan hukum,” ujar dia.