3. Sebut Harga Tes PCR Rp 275 Ribu Memberatkan, Pengusaha: Istilahnya Kepepet
Pengusaha di bidang kesehatan meminta pemerintah melibatkan mereka dalam penentuan harga tes usap Polymerase Chain Reaction (PCR). Hal ini penting demi keberlangsungan layanan kesehatan tersebut di saat pandemi Covid-19.
“Kami berharap pemerintah membantu kami, agar kami juga bisa membantu pemerintah dalam menangangi pandemi Covid-19, sehingga kita sama-sama bisa membantu masyarakat,” kata Wakil Komite Tetap Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Randy H Teguh dalam diskusi online bertajuk Mafia vs Pelaku Usaha Profesional di Tengah Polemik Kebijakan PCR’ yang diselenggarakan Kadin Indonesia, Jumat malam, 12 November 2021.
Hadir dalam diskusi Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kesehatan Charles Honoris, Wakil Ketua DPR Emanuel Melkiades Laka Lena, pengusaha laboratorium Dyah Anggraeni. Randy mengatakan, harga eceran tertinggi (HET) tes PCR terakhir yang ditetapkan pemerintah yakni Rp 275 ribu (Jawa-Bali) dan Rp 300 ribu (luar Jawa-Bali) cukup memberatkan pelaku usaha kesehatan.
“Rumah sakit, klinik dan lab itu istilahnya kepepet. Jika mereka tidak melakukan layanan, mereka akan ditutup, tapi kalau mereka melakukan ya buntung,” kata Randy yang merupakan Sekretaris Jenderal Perkumpulan Organisasi Perusahaan Alat-alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Indonesia.
Sementara itu, Dyah memaparkan, berdasarkan simulasi yang dilakukan pihaknya dengan harga reagen open system Rp 96 ribu, harga PCR seharusnya di atas Rp 300 ribu. Namun, kata Dyah, pihaknya tetap melakukan layanan tes PCR dengan sejumlah efisiensi dan sistem subsidi silang dari layanan tes yang lain.
“Efisiensi kita lakukan di mana-mana, untuk SDM yang paling bisa dikurangi itu swaber, tapi yang ada di lab itu tetap,” kata Dyah, CEO Cito Clinical Laboratory.
Baca berita selengkapnya di sini.