Selanjutnya, Andre juga menyebut perlunya DPR membentuk panitia kerja (panja) penyehatan Garuda. Panja dibutuhkan untuk mengawasi penyelesaian restrukturisasi perusahaan.
Garuda menghadapi masalah tumpukan utang akibat korupsi masa lalu dan pandemi Covid-19. Utang emiten berkode GIAA telah menembus US$ 9,8 triliun atau nyaris setara dengan Rp 140 triliun (asumsi kurs Rp 14.247).
“Utang Garuda US$ 7 miliar plus utang dari lessor jadi total US$ 9,8 miliar sebetulnya. Utang ke lessor paling besar, yaitu US$ 6,3 miliar,” ujar Tiko.
Tiko menyatakan Garuda telah merilis proposal restrukturisasi untuk melakukan renegosiasi dengan para lessor-nya guna mengurangi utang. Garuda berupaya menekan utangnya menjadi US$ 3,69 miliar.
Dalam proposalnya, Garuda akan menempuh tiga skema restrukturisasi. Pertama, Garuda akan mengurangi jumlah pesawat dari 202 armada pada 2019 menjadi 134 pada 2022. Skema kedua, Garuda akan melakukan negosiasi utang atas kontrak sewa pesawat yang masih akan dipakai perseroan pada masa mendatang. Melalui renegosiasi tersebut, Tiko berharap biaya sewa pesawat Garuda dan anak usahanya, Citilink, turun 40-50 persen dari tarif saat ini.
Kemudian skema ketiga, Garuda akan menempuh pembatalan nilai utang dan tunggakan secara material. Pengurangan utang akan dilakukan untuk tipe-tipe kreditur tertentu.
Baca Juga: Prabowo Minta Kader Gerindra Bantu Garuda Agar Tidak Bangkrut
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.