Dalam waktu berdekatan, Ahok menyebut dewan komisaris Pertamina mengetahui masalah tersebut sejak tahun lalu. Menurut dia, persoalan itu diketahuinya setelah jajaran dewan komisaris mempertanyakan persoalan itu dalam rapat, setelah adanya temuan dari sisi keuangan.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu pun menjelaskan dewan komisaris tidak mengetahui rencana impor LNG tersebut karena tidak adanya permintaan persetujuan dari direksi perusahaan.
Dilansir dari Bisnis.com, Pertamina dan Mozambique LNG1 Company Pte. Ltd. menandatangani perjanjian jual beli (SPA) pada 13 Februari 2019 untuk pembelian LNG dari Proyek Mozambique Area 1 dengan volume sebesar 1 juta ton per tahun atau sekitar 17 kargo per tahun. Kontrak tersebut selama 20 tahun yang diperkirakan akan dimulai akhir 2024 atau awal 2025.
Rencana impor LNG tersebut telah dijajaki sejak 2013 dan dilanjutkan dengan penandatanganan head of agreement (HoA) pada 2014 dengan volume 1 juta ton per tahun (MTPA) selama 20 tahun dengan harga delivered ex-ship 13,5 persen dari Japan crude cocktail (JCC).
Pada 2017, kedua pihak mulai melakukan pembicaraan untuk melakukan addendum SPA karena perubahan kondisi pasar. Hingga akhirnya, SPA ditandatangani pada 13 Februari 2019. Pertamina kemudian akan mengkaji ulang perjanjian jual beli LNG tersebut lantaran adanya penurunan kebutuhan LNG dalam negeri akibat dampak pandemi Covid-19.
Opsi untuk melakukan impor LNG semula mengacu pada data neraca gas nasional yang memperkirakan akan terjadi defisit LNG mulai 2025. Oleh karena itu, perseroan akan melakukan pengkajian ulang opsi impor berdasarkan data neraca gas nasional terbaru yang akan dikeluarkan setelah Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) difinalisasi oleh pemerintah.
CAESAR AKBAR | HENDARTYO HANGGI | BISNIS
Baca: Ibu Asal Wonogiri Ini Bunuh Diri Tak Kuat Ditagih Pinjol Ilegal, Respons OJK?