Meski nada optimistis disampaikan sejumlah pihak, pasar keuangan global tetap bersiap menghadapi potensi keruntuhan Evergrande yang terlilit utang jumbo tersebut. Perusahaan ini menjadi penerbit obligasi berdenominasi dolar terbesar dengan imbal hasil tinggi di Cina dan dikhawatirkan tidak mampu membayar kupon dan tagihan bank.
Lalu, bagaimana dampaknya ke Indonesia?
Direktur Panin Asset Management Winston Sual menilai krisis tersebut dalam jangka panjang justru menjadi momentum baik buat Indonesia. Sebab, fenomena ini menambah lagi contoh langkah pemerintah Cina dalam melindungi kepentingan nasional.
Sebelumnya, otoritas Cina membungkam Alibaba dan DiDi Chuxing, serta membatasi aktivitas bermain game yang berpengaruh besar buat Tencent. Adapun kali ini Cina memperketat pasokan dan permintaan dari sektor properti selama 2 tahun terakhir.
Evergrande terjadi di Cina, menurut Winston, bukan karena harga properti hancur, tapi karena pemerintah melihat perkembangan properti terlalu cepat dan harga meningkat signifikan. "Mereka sudah memproyeksi kalau banyak orang yang spekulasi di properti, dalam beberapa tahun mendatangkan harga akan jatuh," katanya, Sabtu pekan lalu.
Keputusan Cina untuk memperketat allowed annual growth debt dari regulasi yang akrab disebut 'three red lines' untuk para developer properti, menurut Winston, sebenarnya tidak membuat sektor properti di negara tersebut hancur.