Pada intinya, perjanjian ini bertujuan untuk memfasilitasi transaksi dan membangun iklim kepercayaan terkait perdagangan elektronik antara negara anggota ASEAN. Hingga Maret 2020, sejumlah negara sudah meratifikasi perjanjian ini yaitu Myanmar, Singapura, Kamboja, Malaysia dan Vietnam. Bersama dengan Filipina, Brunei Darussalam dan Laos.
Kala itu, Direktur Perundingan Asean, Kementerian Perdagangan Donna Gultom mengatakan Indonesia sebenarnya belum memiliki ambisi tinggi terhadap perjanjian ini. Upaya ratifikasi terhadap perjanjian ini sifatnya mendorong agar masing-masing negara memfasilitasi transaksi via e-commerce agar perdagangan antara anggota Asean bisa meningkat.
"Juga memberi kesempatan untuk UKM memasarkan produknya ke negara ASEAN lainnya melalui transaksi e-commerce," katanya. Meski demikian, Ia berharap ratifikasi bisa selesai Agustus 2020. Tapi di lapangan, prosesnya tertunda sampai 2021.
Sementara itu pada 23 Agustus 2021, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi berharap UU ini mampu meningkatkan perdagangan barang dan jasa memalui sistem perdagangan secara elektronik. Lalu, meningkatkan daya saing pelaku usaha dalam negeri dan memperdalam kerja sama antara anggota ASEAN.
Selain itu, Lutfi juga berharap UU ini diharapkan menjadi solusi dalam permasalahan UMKM terkait keterbatasan dana untuk promosi produk. Hingga, pencarian mitra bisnis yang kompetitif dan bahan baku yang terjangkau.